Selasa, 14 Desember 2010

FENOMENA MENIKAH MUDA DI KALANGAN MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN
Menikah muda, sebuah topik yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Baik itu dalam pembicaraan resmi seperti seminar, perkuliahan, maupun dalam pengajian, sampai menjadi topik obrolan yang paling hangat saat menunggu jam kuliah.Sebagai kaum muda kita tentunya tidak mau salah melangkah dalam menentukan jalan hidup yang akan kita jalani. Terlebih lagi dalam keadaan pergaulan yang seperti ini, menikah muda seakan-akan menjadi trend. Banyak para kawula muda yang melaksanakan menikah muda dengan alasan yang bermacam-macam.
Dalam makalah ini, akan membahas fenomena-fenomena menikah muda yang sedang marak-maraknya dilakukan dalam masyarakat. Apa itu menikah muda. Sebenarnya apa yang melatarbelakangi pernikahan muda ini, apakah orang tua atau memang dari si remaja sendiri yang menginginkannya. Hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam bab pembahasan. Dengan adanya pembahasan ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi teman-teman remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum membahas lebih lanjut tentang menikah muda, ada baiknya kita mengetahui lebih dahulu pengertian tentang menikah muda. Banyak sekali pengertian tentang menikah muda salah satunya adalah menikah di usia remaja atau belum dewasa yaitu sekitar usia 16(bagi wanita) dan usia 19 (bagi pria) atau bahkan di bawah umur tersebut. Sedangkan menurut pandangan islam, nikah muda pernikahan yang dilakukan orang yang belum mencapai baligh bagi pria dan belum mencapai menstruasi(haid) bagi perempuan. Di usia ini, seseorang dianggap masih belum dewasa. Segala tingkah lakunya masih menuruti hawa nafsu saja, belum adanya pikiran jauh ke depan, tentang resiko apa yang akan ditanggung pada akhirnya. Di masa-masa ini pun seseorang belum mencapai kematangan fisik maupun mental.
Akhir-akhir ini banyak sekali pro kontra menanggapi adanya fenomena menikah muda di kalangan masyarakat. Menurut islam sendiri, sebenarnya menikah muda boleh-boleh saja dilakukan. Hanya saja syariat islam menghendaki seseorang yang hendak menikah adakah orang yang benar-benar siap dan mampu secara fisik maupun psikis, karena sebuah pernikahan adalah bagian dari ibadah. Di antara keistimewaan Islam adalah fleksibelitas, universalitas, rasional, sesuai tempat dan zaman serta mudah diterima khalayak, baik yang berkaitan masalah ibadah, akhlak, muamalat, maupun berkaitan hukum (aturan) perkawinan. Isu nikah muda sering menjadi polemik dan kontroversi dalam masyarakat dikarenakan masih adanya asumsi bahwa hal itu dianjurkan agama, didorong serta dicontohkan Nabi Muhammad.
Ada yang berdalih bahwa kawin muda merupakan tuntunan Nabi yang patut ditiru. Pendapat ini sama sekali tidak benar karena Nabi tidak permah mendorong dan menganjurkan untuk melakukan pernikahan di bawah umur. Akad pernikahan antara Rasul dengan Sayidah Aisyah yang kala itu baru berusia sekitar 10 tahun tidak bisa dijadikan sandaran dan dasar pegangan usia perkawinan dengan alasan sebagai berikut: Pertama: perkawinan itu merupakan perintah Allah sebagaimana sabda Rasul, ”Saya diperlihatkan wajahmu (Sayidah Aisyah) dalam mimpi sebanyak dua kali, Malaikat membawamu dengan kain sutera nan indah dan mengatakan bahwa ini adalah istrimu”. (HR Bukhari dan Muslim); Kedua: Rasul sendiri sebenarnya tidak berniat berumah tangga kalaulah bukan karena desakan para sahabat lain yang diwakili Sayidah Khawlah binti Hakim yang masih merupakan kerabat Rasul, di mana mereka melihat betapa Rasul setelah wafatnya Sayidah Khadijah, istri tercintanya sangat membutuhkan pendamping dalam mengemban dakwah Islam; Ketiga: Perkawinan Rasul dengan Sayidah Aisyah mempunyai hikmah penting dalam dakwah dan pengembangan ajaran Islam dan hukum-hukunya dalam berbagai aspek kehidupan khususnya yang berkaitan dengan masalah keperempuanan yang banyak para kaum perempuan bertanya kepada Nabi melalui Sayidah Aisyah.

Dikarenakan kecakapan dan kecerdasan Sayidah Aisyah sehingga ia menjadi gudang dan sumber ilmu pengetahuan sepanjang zaman; Kelima: masyarakat Islam (Hejaz) saat itu sudah terbiasa dengan masalah nikah muda dan sudah biasa menerima hal tersebut. Walaupun terdapat nikah muda, namun secara fisik maupun psikis telah siap sehingga tidak timbul adanya asumsi buruk dan negatif dalam masyarakat. Kita tidak memperpanjang masalah perkawinan ideal dan indah antara Rasul dengan Sayidah Aisyah, jadikanlah itu sebagai suatu pengecualian (kekhususan) yang mempunyai hikmah penting dalam sejarah agama.

Islam dalam prinsipnya tidak melarang secara terang-terangan tentang pernikahan muda usia, namun Islam juga tak pernah mendorong atau mendukung perkawinan usia muda (di bawah umur) tersebut, apa lagi dilaksanakan dengan tidak sama sekali mengindahkan dimensi-dimensi mental, hak-hak anak, psikis dan pisik terutama pihak perempuannya, dan juga kebiasaan dalam masyarakat, dengan dalih bahwa Islam sendiri tidak melarang.
Agama sebaiknya tidak dipandang dengan kasatmata, namun lebih jauh lagi agama menekankan maksud dan inti dari setiap ajarannya dan tuntunannya, dalam masalah perkawinan ini, Islam mendorong hal-hal agar lebih menjamin kepada suksesnya sebuah perkawinan. Yang diminta adalah kematangan kedua pihak dalam menempuh kehidupan berkeluarga sehingga tercipta hubungan saling memberi dan menerima, berbagi rasa, saling curhat dan menasihati antara suami-istri dalam mangarungi bahtera rumah tangga dan meningkatkan ketakwaan.
Sedangkan menurut hukum negara, khususnya di Indonesia menikah di bawah umur kurang mendapat persetujuan. Tapi meskipun demikian, banyak juga masyarakat yang melakukan menikah muda dengan berbagai alasan. Dalam UU perkawinan, bab II pasal 7 ayat satu menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Juga tentang Usia Perkawinan Dalam Bab IV Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 15 menyebutkan bahwa demi untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya beleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.
Dalam UU perkawinan di sejumlah negara Arab hampir sama dengan UU Indonesia Seperti di Suriah, yang menjelaskan batas usia pernikahan untuk pria adalah jika telah mencapai 18 tahun dan untuk perempuannya jika sudah berusia 16 tahun (UU Perkawinan Suriah, pasal 16).
Membicarakan tentang menikah muda di Indonesia, ada sebuah kejadian yang menarik untuk kita bahas yaitu pernikahan di bawah umur antara seorang kyai pondok dengan santrinya yang usianya belum genap 16 tahun. Kejadian ini sangat ramai di bicarakan, baik dalam media cetak, media elektronik maupun dari mulut ke mulut. Mengapa masalah ini sampai ke tangan kepolisian? Apakah tidakan ini termasuk tindakan pelanggaran hukum? Jawabanya iya, tindakan ini melanggar hukum karena dianggap menyalahi hak asasi seseorang yang masih anak-anak atau di bawah umur. Nah, ini adalah salah satu tanggapan hukum di Indonesia tentang pernikahan di bawah umur. Lalu bagaimana fenomena-fenomena menikah muda yang lainnya ,mari kita lihat dalam pembahasan berikut ini.

Faktor-Faktor yang Melatar Belakangi Nikah Muda
Dewasa ini banyak sekali fenomena yang terjadi dalam pernikahan usia muda, mulai dari masyarakat kelas paling bawah hingga kelas paling atas, masyarakat di desa hingga masyarakat di kota. Mereka melakukan pernikahan muda ini dengan berbagai latar belakang seperti dijodohan, faktor ekonomi ataupun menghindari berbuat zina.
Kebanyakan masyarakat desa melakukan menikah dini karena faktor ekonomi, karena dijodohkan ataupun karena memang sudah tradisi. Dengan alasan ekonomi, pasalnya dengan menikah muda, akan mengurangi beban keluarga, yang seharusnya untuk mencukupi kebutuhannya, bisa digunakan untuk kebutuhan yang lain atau kebutuhan adik-adiknya. Sehingga kehidupan masih dapat berlangsung. Dan mereka pun berkeyakinan bahwa banyak anak banyak harta. Tapi tidak jarang pula ini malah menjadi menambah beban bagi keluarga. Ketika seseorang yang menikah tersebut belum mempunyai pekerjaan yang tetap, dan suatu saat dia sedang menganggur, dia malah akan menambah beban keluarga. Bagaimana tidak, kalau seseorang tidak mempunyai pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, dia pasti akan minta bantuan kepada keluarga, tapi walaupun demikian keluarga juga pasti membantu sebisa mungkin. Dalam sebuah keluarga tidak akan membiarkan salah satu anggota keluarga mereka dilanda kesusahan,
Menikah muda ada juga yang dilakukan karena memang sudah tradisi yang sudah dilakukan sejak dahulu kala. Salah satu daerah di Indonesia yang masih melakukan kebudayaan ini adalah Jawa Barat. Bahkan angka pernikahan muda di Provinsi Jawa Barat merupakan angka tertinggi diantara provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Di daerah Jawa Barat, tak sedikit anak usia 15 th sudah menikah dan mempunyai anak. Tapi hal ini tidak termasuk tindak pelanggaran hukum karena memang sudah tradisi, dan ini merupakan salah satu ciri khas daerah tersebut.
Berkaitan dengan kebudayaan, perjodohan yang melatarbelakangi adanya menikah muda juga merupakan tradisi nenek moyang. Perjodohan sudah ada sejak zaman dahulu, yang biasanya berkaitan dengan faktor kekeluargaan atau kekerabatan. Tapi sekarang tradisi perjodohan sudah mengalami pergeseran tujuan, yang awalnya karena faktor kekeluargaan, sekarang beralih karena faktor kesetaraan kedudukan atau derajat dalam kekayaan. Biasanya para pejabat menjodohkan anak-anak mereka dengan sesama anak pejabat demi kekayaan harta benda di dunia.
Ada lagi alasan yang lebih mengejutkan mengapa orang memilih menikah muda, yaitu,”kayaknya asyik”. ”kayaknya asyik menikah muda, masih muda udah punya anak, besok kalau anaknya udah gede bisa curhat-curhatan, shopping bareng, kayak seumuran gitu….”, pernyataan itu menimbulkan kesan seakan-akan menikah muda itu sebagai sesuatu yang sepele. Mereka memikirkan kesenangannya saja, tanpa melihat resiko-resiko yang akan mereka hadapi dalam sebuah pernikahan. Hal ini mungkin menjadi salah satu penyebab banyaknya fenomena kawin-cerai di masyarakat. Ketika mereka melakukan sebuah pernikahan yang diharapkan sekali seumur hidup, hanya berlandaskan emosi atau hawa nafsu saja, dan ketika terjadi prahara dalam rumah tangga mereka tidak dapat mengatasi dan berujung perceraian.
Fenomena kawin-cerai ini banyak terjadi pada para artis, yang seharusnya sebagai publik figure, mereka dapat memberi kesan yang baik, contoh yang baik bagi orang-orang yang mengidolakan mereka. Masyarakat sendiri sebaiknnya harus bisa memilih dan memilah apa yang patut mereka tiru dari sang idola mereka, mana yang patut menjadi contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Hal yang paling banyak dijadikan alasan mengapa menikah muda adalah karena kecelakaan. Kecelakaan di sini adalah karena sudah hamil di luar nikah atau dalam bahas gaulnya sering disebut MBA(Married Before Accident). Perbuatan ini merupakan perbutan zina yang dilarang dalam agama. Pergaulan yang bebas dan juga para remaja yang kurang cermat dalam menyaring pergaulan yang ada disekeliling mereka membuat semakin banyaknya terjadi hubungan di luar pernikahan. Sehingga terpaksa seorang wanita yang sedang hamil harus melangsungkan pernikahan yang sebenarnya dia belum siap. Di tambah lagi orang tua yang tidak setuju akan penikahan anaknya, akan menambah beban batin anaknya. Padahal penikahan seorang wanita yang sedang hamil itu tidak sah dan jika tetap diteruskan, berarti hubungan antara keduanya termasuk zina.
Dan mengapa nikah muda sering terjadi di pedesaan dibandingkan di perkotaan? Berangkat dari faktor ekonomi, hal tersebut melatar belakangi banyaknya pernikahan muda di pedesaan. Dengan ekonomi yang terbatas orang-orang pedesaan kesulitan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi untuk mendapatkan wawasan dan kemampuan untuk mengubah hidupnya. Maka dari itu orang-orang desa terus berkutip di lingkungannya saja tanpa adanya perubahan-perubahan yang terjadi. Dan mereka pun berpendapat: ” Kenapa harus sekolah tinggi, anak perempuan itu tempate ya di kasur, dapur dan sumur. Ndang nikah ae kono”. Dan bagi anak laki-laki desa, kebanyakan dari mereka adalah pengangguran dan membantu ekonomi keluarganya. Dengan menikah mereka pun kan dapat tujuan dalam hidupnya.
Dibandingkan dengan di desa, nikah muda di kota lebih sedikit presentasinya. Hal ini dikarenakan atas pendapat mereka bahwa nikah itu mengganggu pencapaian karir. Mereka tak akan nikah sebelum dia mereka sukses atau sudah mapan. Maka dari itu mereka banyak yang memilih berpacaran terlebih dahulu. Karena pacaran itu tidak membawa beban. Beban masing-masing di tanggung oleh orang tua masing-masing. Dan kebanyakan pernikahan dini di daerah perkotaan di sebabkan karena kecelakaan, atau keblablasan menurut orang jawa akibat pergaulan bebas.
Dampak Nikah Muda
Banyak dampak yang ditimbulkan dalam pernikahan usia muda yang dilakukan dengan terpaksa, antara lain banyaknya angka perceraian dan yang tidak kalah serius adalah banyaknya angka kematian ibu melahirkan. Berkaitan dengan masalah tingginya angka perceraian, sudah sedikit dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Sedangkan tentang tingginya angka kematian karena melahirkan, banyak pendapat yang membicarakan masalah ini.
Beberapa faktor yang menyebabkan banyak ibu muda meninggal dalam perjuangan melahirkan adalah terkait dengan usia ibu yang terlalu muda, keadaan fisik maupun psikis ibu yang belum siap, seperti stress, kurang adanya dukungan dari pihak keluarga, maupun kesiapan untuk menjadi seorang ibu. Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.
Hal tersebut juga berdampak dalam menimbulkan angka kematian ibu melahirkan meningkat secara signifikan. Pernikahan dini juga berkorelasi positif dengan meningkatnya angka kehamilan tidak diinginkan, aborsi, perdagangan manusia, jumlah anak telantar, serta meningkatnya angka perceraian dan pengangguran.

Alasan terakhir yang mungkin adalah alasan yang paling baik untuk mengambil jalan menikah muda adalah untuk menghindari perbuatan zina. Memang benar, dari pada berzina mending langsung nikah aja. Banyak teman-teman remaja yang berfikiran seperti ini, menikah muda untuk menghindari zina. Tapi apakah ini benar-benar niat yang tulus dari hati mereka dengan sudah mempertimbangkan segala resiko yang akan ditanggung apakah hanya nafsu belaka. Niatan baik ini harus diluruskan sebagaimana mestinya, jangan hanya digunakan untuk menuruti nafsu sesaat. Alasan ini dianggap alasan yang paling sesuai untuk menikah muda, karena orang akan berpandangan positif dengan pernikahan muda tersebut. Orang tidak akan menilai bahwa pernikahan tersebut adalah akibat dari sebuah “kecelakaan”. Dan tentunya pula dengan alasan ini pernikahan dilandasi dengan niat untuk beribadah kepada Allah, agar dalam rumah tangganya nanti selalu dalam lindungan Allah.
Pernikahan adalah salah satu sunnah Rasullulah yang apabila kita lakukan tentunya akan mendapatkan pahala dan jikalau kita tidak melakukannya pun tidak apa-apa. Sebagai salah satu ibadah kepada Allah, maka sebuah pernikahan seharusnya dilakukan dengan sebaik-baiknya, mulai dari niat sampai pada pelaksanaannya.
BAB III
KESIMPULAN
Menikah muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang dianggap belum mencapai kedewasaan atau pada umur yang masih kecil. Menikah muda ini banyak dilakukan masyarakat karena berbagai alasan seperti faktor ekonomi, perjodohan, budaya ataupun karena ingin menghindari perbuatan zina.
Sebuah pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT, maka pernikahan hendaknya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan persiapan yang matang serta mengerti esensi pernikahan yang sesungguhnya. Jangan hanya sekedar untuk pelampiasan nafsu atau bahkan malah hanya untuk cari sensasi.
DAFTAR PUSTAKA
Takariawa, Cahyadi. 2003. Di Jalan Dakwah Aku Menikah. Yogyakarta: Talenta
www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar