Kamis, 30 Desember 2010

Kebersihan Dalam Pandangan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan makhluk bernyawa kebersihan merupakan salah pokok dalam memelihara kelangsungan eksistensinya, sehingga tidak ada satupun makhluk kecuali berusaha untuk membersihkan dirinya, walaupun makhluk tersebut dinilai kotor. Pembersihan diri tersebut, secara fisik misalnya, ada yang menggunakan air, tanah, air dan tanah. Bagi manusia membersihkan diri tersebut dengan tanah dan air tidak cukup, tetapi ditambah dengan menggunakan dedaunan pewangi, malahan pada zaman modern sekarang menggunakan sabun mandi, bahkan untuk pembersih wajah ada sabun khusus dan lain sebagainya. Pada manusia konsep kebersihan, bukan hanya secara fisik, tetapi juga psikhis, sehingga dikenal istilah kebersihan jiwa, kebersihan hati, kebersihan spiritual dan lain sebagaianya.
Agama dan ajaran Islam menaruh perhatian amat tinggi pada kebersihan, baik lahiriah fisik maupun batiniyah psikis. Kebersihan lahiriyah itu tidak dapat dipisahkan dengan kebersihan batiniyah. Oleh karena itu, ketika seorang Muslim melaksanakan ibadah tertentu harus membersihkan terlebih dahulu aspek lahiriyahnya. Ajaran Islam yang memiliki aspek akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak ada kaitan dengan seluruh kebersihan ini. Hal ini terdapat dalam tata cara ibadah secara keseluruhan. Orang yang mau shalat misalnya, diwajibkan bersih fisik dan psikisnya. Secara fisik badan, pakaian, dan tempat salat harus bersih, bahkan suci. Secara psikis atau akidah harus suci juga dari perbuatan syirik. Manusia harus suci dari fahsya dan munkarat.
Dalam membangun konsep kebersihan, Islam menetapkan berbagai macam peristilahan tentang kebersihan. Umpamanya, tazkiyah, thaharah, nazhafah, danfitrah, seperti dalam hadis yang memerintahkan khitan, sementara dalam membangun perilaku bersih ada istilah ikhlas, thib al-nafs, ketulusan kalbu, bersih dari dosa, tobat, dan lain-lain sehingga makna bersih amat holistik karena menyangkut berbagai persoalan kehidupan, baik dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, persoalannya ialah bagimana kebersihan dalam Islam dan apa konsep Islam mengkonsepsi kebersihan. Persoalan ini diajukan karena ketika Islam memiliki ajaran kebersihan yang amat lengkap, ternyata dalam aspek perilaku masyarakat Muslim belum sebagaimana yang dikehendaki ajaran Islam itu sendiri. Maka tidak heran bila orang sering bicara tentang kebersihan di negara-negara maju yang kebetulan non-Muslim amat mengagumkan. Diharapkan dengan tulisan ini dapat memberikan pencerahan terhadap masyarakat yang selama ini terkesan kurang memperhatikan aspek kebersihan dan belum sadar kebersihan yang menjadi bagian ajaran keimanan ini.



















BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Jika kita lihat secara konkrit bersih adalah merupakan kebersihan dari kotoran atau sesuatu yang dinilai kotor. Kotoran yang melekat pada badan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya yang mengakibatkan seseorang tak nyaman dengan kotoran tersebut. Umpamanya, badan yang terkena tanah atau kotoran tertentu, maka dinilai kotor secara jasmaniah, tidak selamanya tidak suci. Jadi, ada perbedaan antara bersih dan suci. Mungkin ada orang yang tampak bersih, tetapi tak suci.
Namun Makna kebersihan yang digunakan dalam Islam ternyata mengandung makna yang banyak aspek ada yang dilihat dari aspek kebersihan harta dan jiwa dengan menggunakan istilah tazkiyah. Umpamanya, ungkapan Allah dalam al-Quran ketika menyebutkan bahwa zakat yang seakar dengan tazkiyah, memang maksudnya untuk membersihkan harta, sehingga harta yang dizakati adalah bersih dan yang tidak dizakati dinilai kotor. Kebersihan dan kotor harta sebenarnya ada korelasinya dengan jiwa. Suatu fitrah adalah kebudayaan itu sendiri, sekaligus peradaban dan keyakinan. Dengan demikian, maka konsep kebersihan dan kesucian yang berdasarkan keyakinan dan kebudayaan masing-masing ada nuansa, perbedaan, lidahnya; gajah, kerbau, dan babi yang kesohor makhluk “menjijikan” mandi di kubangan, dan demikian seterusnya.
Menurut Prof .Dr. M. Aburrahman MA bahwa kebersihan merupakan salah pokok dalam memelihara kelangsungan eksistensinya, sehingga tidak ada satupun makhluk kecuali berusaha untuk membersihkan dirinya, walaupun makhluk tersebut dinilai kotor. Pembersihan diri tersebut, secara fisik misalnya, ada yang menggunakan air, tanah, air dan tanah. Bagi manusia membersihkan diri tersebut dengan tanah dan air tidak cukup, tetapi ditambah dengan menggunakan dedaunan pewangi, malahan pada zaman modern sekarang menggunakan sabun mandi, bahkan untuk pembersih wajah ada sabun khusus dan lain sebagainya. Pada manusia konsep kebersihan, bukan hanya secara fisik, tetapi juga psikhis, sehingga dikenal istilah kebersihan jiwa, kebersihan hati, kebersihan spiritual dan lain sebagaianya.
Dalam bahasa Indonesia terdapat kosa-kata kotor dan jijik serta kebalikannya, bersih dan suci. Namun, semua itu baru pada tingkat lahiriyah. Lalu, bagimana Islam memberi makna kebersihan tersebut. Justru yang menarik lagi dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar, bahkan melakukannya sendiri, bukan hanya membersihkan badan kita, tetapi pakaian, rumah, halaman, kendaraan dengan menggunakan istilah mencuci pakaian, kendaraan dan lain-lain. Mencuci diambil dari kata “mensucikan”, membikin suci yang diidentikkan dengan bersih. Ini artinya, apapun yang ada harus dibersihkan atau disucikan.
B. Perintah di anjurkannya kebersihan
Kebersihan sangat di perhatikan dalam islam baik secara fisik maupun jiwa, baik secara tampak maupun tidak tampak, dan serta agar memelihara dan menjaga sekeliling kita dari kotar agar tetap bersih,Rasulallah Saw bersabda dalam hadist, yang diriwayatkan oleh ahmad, yang sanad nya anas bin malik, menyebutkan.
عن ا نس بن ملك عن النبي صلي الله عليه و سلم قا ل : ان البزا ق المسجد خطيئة وكفا ر تها د فنها
Dari anas bin malik, dari nabi saw beliau bersabda : “ meludah di masjid itu suatu kesalahan dan dendanya adalah menguburnya. “ ( HR. Ahmad ).
Hadist tersebut mengisyaratkan bahwa, krtika rasulallah saw menjelaskan bahwa meludah di masjid adlah suatu perbuatan yang tercela dan dendanya adalah menimbunnya dengan tanah. Sebagaimana di ungkapkan dalam buku yang berjudul Di Bawah Asuhan Nabi saw. Mngungkapkan bahwa Anas bin malik sebagai anak yang selalu mengikuti rasulallah saw di beri tahu agar menjaga kebersihan masjid. Ini mengisyaratkan bahwa begitu perhatiannya rasulallah tentang menjaga kebersihan, dan mengajarkan dan menerapkan kepada manusia sejak usia anak-anak serta memberi tahu perlunya menjaga kebersihan dari segala hal yang mengotori dirinya dan lingkungan.
Hadist rasulallah saw, menerangkan tentang betapa pentingnya kebersihan dan perlunya usaha mewujudkan kebersihan, antara lain:
• Kebersihan itu sebagian dari iman ( HR Muslim )
• Agama itu di bangun diatas kebersihan ( HR. Al-Ghazali )
• Sesungguhnya islam itu bersih, hrndaklah kamu mewujudkan kebersihan karena sesungguhnya tidak akan masuk sorga kecuali orang yang bersih (HR Khatib)
• Sesungguhnya Allah itu bersih, Ia cinta kebersihan ( HR Turmudzi )
Islam juga menganjurkan agar uamtnya senantiasa membersihkan badan nya dari kotoran atau tetap menjaga kebersihan.
Rasulallah saw bersabda :
Bersihkanlah badan. Maka allah akan membersihkan kamu. Maka sesungguhnya seorang ‘abdi (muslim )yang tidur dalam keadaan bersih /suci kecuali tidur bersamanya, pada rambut-rambutnya, malaikat yang tidak ada hentinya mendoa kannya, ya allah ampunilah, abdimu ini karena sesungguhnya ia tidur dalam ke adaan bersih atau suci. (HR. Thabrani, ibnu hibban)
Hadist lain yakni :
Dari Abu Huraerah RA’ sesungguhnya rasulallah saw bersabda: seandainya tidak akan merepotkan ummatku, maka aku akan perintahkan kepada mereka untuk membersihkan gigi pada setiap kan sholat.( H R. Bukhari dan Muslim )
Hadits diatas hanya sebagian kecil dari hadist – hadist nabi Muhammad SAW yang mengharuskan umat islam gemar akan kebersihan serta mengajak orang lain agar cinta kebersihan dan berusha mewujudkan kebersihan. Mari kita lihat lingkungan kita. Sudahkah kita bersungguh-sungguh dalam membudayakan hidup bersih ?. hidup bersih harus menjadi budaya kita, mewujudkan kebersihan menjadi bagian dari ibadah kita. Menyuruh orang lain supaya bersih, mencegah orng lin dari tidak bersih, termasuk amar makruf nahi munkar, namun jangan lupa lebih baik jika kita mulai budaya kebersihan itu dari diri kita sendiri.
Dalam kitab suci kita yakni Al-qur’an jiga banyak ayat yang menganjurkan unntuk melakukan perbuatnya bersih. Antara lain,
Alalh berfirman :
فَطَهِّر وَثِيَابَكَ
“Dan pakaianmu bersikanlah” (QS.Al Muddatsir ayat: 4)
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang –orang yang bertaubat dan orang – orang
yang mermbersikan diri”. ( QS. Al baqoroh:222 ).

C. Perbedaan hadast dan najis, kotor.
Hadats dan najis merupakan sesuatu yang menghalangi seseorang untuk melaksanakan ibadah tertentu seperti shalat. Hadats berbeda dengan najis karena hadats berarti keadaan dan bukan suatu benda atau zat tertentu sedangkan najis berarti benda atau zat tertentu dan bukan suatu keadaan. Adapun kotoran memiliki makna yang lebih umum dari najis, sebab meliputi pula sesuatu yang kotor namun tidak menghalangi seseorang melakukan ibadah, contohnya tanah, debu dan lain - lain.
Hadast
Hadas menurut kamus Istilah Agama karya Drs. Shodiq SE adalah suatu keadaan tidak suci yang tidak dapat dilihat, tetapi wajib disucikan untuk sahnya ibadah :
Hadas dibagi dua yaitu:
a. Hadas kecil. Penyebabnya antara lain keluar sesuatu dari dubur atau qubul, menyentuh lawan jenis yang bukan muhrimnya dan tidur nyeyak dalam keadan tidak tetap. Cara membersihkan hadis ini ialah berwudhu.
b. Hadas besar/Jenabat/junub. Penyebanya antara lain : keluar air mani, bersetubuh, wanita habis melahirkan dan lain sebagainya. Cara mensucikan hadas besar ini adalah mandi wajib.

Najis
Najis adalah suatu benda kotor menurut syara' (hukum agama). Benda - benda najis meliputi :
* Darah
* Nanah
* Bangkai, kecuali bangkai manusia, ikan laut, dan belalang
* Anjing dan babi
* Segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul
* Minuman keras, seperti arak dan sebagainya
* Bagian anggota binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya sewaktu masih hidup.
Najis menurut tingkatannya dibagi tiga yaitu :
a. Najis Mukhaffafah (ringan) adalah air kencing bayi laki-laki yang belum berumurdua tahun, dan belum makan sesuatu kecuali air susu ibunya. Cara menghilangkannya cukup diperciki air pada tempat yang terkena najis tersebut.
b. Najis Mutawashitha (Sedang) adalah segala sesuatu yang keluar dari dubur/qubul manusia atau binatang, barang cair yang memabukkan, dan bangkai (kecuali bangkai manusia, ikan laut dan belalang) serta susu, tulang dan bulu dari hewan yang haram dimakan, najis dibagi dua yaitu : Najis 'ainiyah yaitu najis yang berwujud (tampak dan dapat dilihat), misalnya kotoran manusia atau binatang. yang kedua Najis hukmiyah yaitu najis yang tidak berwujud (tidak tampak dan tidak terlihat), seperti bekas air kencing dan arak yang sudah mengering. Cara membersihkan Najis Muthawashithah cukup dibasuh tiga kali agar sifat-sifat najis (yakni warna, rasa dan bau) nya hilang.
c. Najis Mughalladhah (Berat) adalah najis anjing dan babi. Cara menghilangkannya harus dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah.
Selain tiga macam najis diatas, masih terdapat satu najis lagi yaitu : Ma'fu (Najis yang dima'afkan) antara lain Nanah atau darah yang cuma sedikit, debu atau air dari lorong-lorong yang memercik sedikit dan sulit dihindarkan.







BAB III
KESIMPULAN
Kebersihan merupakan suatu yang amat fitri bagimakhluk hidum, utamanya makhluk bernyawa. Dalam ajaran Islam kebersihan saja belum cukup, tetapi harus disertai kesucian, Dalam kebrsihan yang ada kalanya menggunakan istilah thaharah atau tazkiyah semuanya berkaitan dengan kebersihan dan kecusian, baik hissiyah maupun ma’nawwiyah, bahkan digunakan lafal fitrah. Konsep kebersihan yang amat jami (konprehensif) dalam Islam, belum dimaknasi secara kontekstual dalam rangkan membangun kebersihan dalam raga dan jiwanya. Maka dalam upaya membangun keseimbangan ini agaknya konseptualisasikebersihan dan kesucian harus digalakkan. Adalah naïf jika hanya sebelah antara kebersihan dan kesucian. Ini barangkali yang mengakibatkan mengaapa orang Islam sering bersuci tetapi tidak bersih atau yang lain non-Muslim mereka tak suci tetapi bersih. Yang jelas Rasul adalah “Tokoh Kebersihan, Kesucian, dan Pelestarian Lingkungan”
Oleh Karena itu kita sebagai umat islam yang ajaran islam begitu banyak perhatiannya tenatang kebersihan, selayajknya kita dapat merealisasikan Kebersihan tersebut dalam kehidupan yang realitas yang kita jalani sehari-hari. Demi untuk mempetahankan kesehatan serta memperindah kehidupan dalam bermasyarakat, sebab Manusia perlu menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan diri agar sehat, tidak bau, tidak malu, tidak menyebarkan kotoran, atau menularkan kuman penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain. Kebersihan badan meliputi kebersihan diri sendiri, seperti mandi, menyikat gigi, mencuci tangan, dan memakai pakaian,maupun kebersihan tempat tinggal, lingkungan.
Kebersihan merupakan hal yang harus di miliki setiap manusia sebab kebersihan symbol dari seseorang itu mampu menjaga serta mensyyukuri karunia nikmat yang di beri Allah swt, dalm artian setiap manusia harus tetap manghindari kotor dengan menjaga kebersihan agar tetap segar, bugar dan sehat sehingga tetap sanggup dan bisa mnjalankan ibadah dengan sebaik mungkin.






DAFTAR PUSTAKA
• Al-qur’an dan terjemah
• Thalib, Muhammad. 2003. Dibawah asuhan nabi saw. Jogjakarta : hidayah ilahi
• Al-asqolani , ibnu hajar. 2008. Bulughul maram. Jakrta : pustaka as-sunnah
• http://www.icmi.or.id
• http://kajianislamsumenep.blogspot.com

review buku psikologi perkembangan islami

I. Identitas Buku
Judul buku : Psikologi Perkembangan Islami
Penulis : Aliah B. Purwakania Hasan
Tebal buku : xii, 370 hlm.
Tahun Terbit : 2008
Penerbit : PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

II. Review
Buku Psikologi Perkembangan Islami merupakan buku yang membahas psikologi dengan sudut pandang Islam dengan menggabungkan antara ayat-ayat kauniyah dengan ayat-ayat qauliyah. Sehingga ada integrasi antara Islam dengan psikologi modern. Hal ini dirasa perlu karena ada beberapa perbedaan antara psikologi perkembangan modern dengan psikologi perkembangan Islami seperi perbedaan cara pandang dan gaya hidup dan kritik metodologi.
Dari cara pandang psikologi perkembangan modern lebih bersifat sekuler dan materialistis, sedangkan psikologi perkembangan Islami memandang bahwa manusia memiliki komponen materi dan spirit, sehingga diperlukan keseimbangan antara keduanya. Adapun dari segi metodologi ada tiga perbedaan yang ada yaitu sumber pengetahuan, makna pengujian dan tujuan dari data empirik.
Sama halnya dengan psikologi perkembangan, psikologi perkembangan Islami juga membahas pertumbuhan atau perubahan manusia. Adapun yang dibahas dalam buku ini adalah faktor hereditas, perkembangan prakelahiran, perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan emosional, perkembangan sosial, perkembangan bahasa, perkembangan peran jenis kelamin, perkembangan moral, perkembangan spiritual dan kematian serta kehidupan setelah mati. Jadi psikologi perkembangan Islami dengan studi literatur agama dapat memperluas ruang lingkupnya dengan mambahas kehidupan setelah mati.
Menurut penelitian faktor hereditas merupakan salah satu faktor yang penting dalam perkembangan manusia karena mempengaruhi intelektual dan kepribadian seseorang. Dalam buku ini selain mengemukakan tentang proses genetik secara ilmiah juga mengutip beberapa ayat-ayat Al Qur’an dan Al Hadits yang menyebutkan tentang genetika, seperti “Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim). Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan”(QS. Al Qiyamah : 37-39).
Masa prakelahiran merupakan tahapan pertama yang dibahas dalam buku psikologi perkembangan Islami. Tahapan ini dibagai menjadi tiga yaitu tahap germinal (pra-embrionik), tahap embrio dan tahap fetal. Pada tahap prakelahiran juga dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam buku ini mengutip beberapa ayat seperti QS. Al Hajj : 2, QS. Al-Ra’d : 8-9, QS. Al Baqarah : 233 dan lain-lain. Lingkungan yang kurang baik selain dapat menggugurkan kandungan juga dapat menyebabkan gangguan atau ketidaksempurnaan pada bayi.
Bahasan yang kedua adalah perkembangan fisik. Pada perkembangan fisik dibagi menjadi empat periode yaitu periode pertumbuhan, periode pencapaian kematangan, periode usia baya, periode penuaan. Pada periode pertumbuhan ada beberapa perkembangan yang terjadi seperti perkembangan motorik bayi, anak-anak sampai masa pubertas. Pada periode kematangan terjadi proses kematangan baik intelektual maupun fisik. Periode ini terjadi sekitar umur 30 sampai 40 tahun. Periode usia baya juga disebut periode pertengahan yang terjadi sekitar umur 40 sampai 60 tahun. Pada tahap ini kematangan telah melewati puncaknya. Penurunan dari segi fisik dan mental juga mulai terjadi. Periode penuaan terjadi setelah umur 60 tahun. Dalam hadits disebutkan ”masa penuaan umur umatku adalah enam puluh hingga tujuh puluh tahun ” (HR. Muslim dan Nasa’i).
Bahasan ketiga, perkembangan kognitif. Islam sangat memperhatikan perkembangan kognitif seseorang, bahkan dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Allah meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Dasar awal perkembangan kognitif adalah penginderaan, persepsi dan belajar.
Kajian lainnya adalah perkembangan emosional. Dalam perspektif Islam segala macam emosi dan ekspresinya diciptakan oleh Allah melalui ketentuannya. Emosi antara bayi, anak-anak, remaja dan dewasa tidaklah sama begitu pula ekspresinya. Selain itu juga ada ikatan emosional seperti ikatan emosional bayi dengan ibunya, orang tua dengan anak-anak dan juga ikatan emosional dengan pasangan hidup.
Dalam perkembangan sosial yaitu kognisi sosial, Islam mengajarkan untuk mengenal orang lain dalam berinteraksi sosial. Sebagai khalifah di muka bumi, manusia dituntut untuk berbuat adil dalam menjalankankan peran sosialnya. Adapun fakor yang mempengaruhi perkembangan sosial adalah lingkungan. Sejalan dengan perkembangan seseorang interaksi sosial menjadi lebih kompleks. Hal ini dapat dilihat dalam sistem bioekologikal yang disusun oleh Urie Bronfenbrenner. Selain juga banyak teori-teori yang membahas tentan perkembangan sosial seperti teori Erik Eriksonyang melihat rentang kehidupan dalam urutan konflik psikososial, Robert Selman menyusun tahap pengambilan perspektif sosial dan lain-lain.
Dalam melakukan interaksi sosial diperlukan isyarat atau simbol untuk menjalankan proses tersebut maka diperlukan bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Perkembangan bahasa sudah dimulai sejak masih bayi. Mereka dengan mudah membedakan suara yang mirip percakapan dan lebih sensitive terhadap berbagai variasi bunyi.
Al Qur’an menggambarkan bahwa salah satu kekuasaan Allah adalah perkembangan bahasa yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Pergaulan antarbangsa dan antar suku bangsa dengan bahasa yang berbeda-beda membuat seseorang dapat menguasai berbagai jenis bahasa sekaligus yang disebut dengan multilingualisme. Multilingualisme dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu tingkat personal, tingkat sosial, tingkat interaksi sosial dan tingkat linguistik.
Setelah memahami peran sosial maka lebih lanjut dibahas mengenai peran jenis kelamin atau yang sering disebut dengan gender.sebelum membahas gender perlu diperhatikan pembagian usia yang mengatur hubungan antara laki-laki dengan perempuan. Pembagian itu adalah usia pemisahan (7-10 tahun), usia pubertas (10-14 tahun) dan usia pendewasaan ( 13-16 tahun). Dengan begitu kita dapat mendidik anak sesuai dengan perkembangannya. Ada beberapa teori yang membahas tentang peran jenis antara lain teori biososial John Money dan Anke Ehrhardt (1972), Albert Bandura (1989) dan Walter Mischel (1970), Lawrence Kohlberg (1966) dan lain-lain.
Teori Sigmund Freud merupakan salah satu teori pembentukan kepribadian. Teori ini membagi perkembangan psikoseksual menjadi lima tahap yaitu tahap oral (0-1,5 tahun), tahap anal (1-3tahun), tahap falik (3-5 tahun), tahap laten (5-10 tahun), dan tahap genital (pubertas sampai seterusnya).
Perkembangan selanjutnya yang dibahas adalah perkembangan moralitas. Perilaku-perilaku dasar moral antara lain perilaku prososial seperti saling berbagi, kontrol agresivitas, dan penerapan prinsip keadilan sosial. Menurut Lawrence Koehlberg ada tiga tingkatan perkembangan penalaran moral yaitu tingkat prakonvensional, tingkat moralitas konvensional, tingkat moralitas pascakonvensional.
Perkembangan moral juga membahas tentang pentingnya menahan godaan, seperti dicontohkan dalam Al Quran tentang godaan Zulaikha terhadap Nabi Yusuf a.s. Islam sangat menghargai orang-orang yang dapat menahan godaan terutama bagi mereka yang usianya masih muda.
Salah satu aspek perkembangan penting lainnya adalah perkembangan spiritual. Dalam buku ini dibahas apa pengertian spiritualitas, perbedaannya dengan religiusitas, perkembangan spiritualitas dan penilaian intelegensi spiritualitas. Spiritualitas merupakan kebangkitan diri untuk mencapai tujuan dan makna hidup. Sedangkan perkembangannya ada beberapa pendapat antara lain tahap perkembangan kepercayaan Fowler, tahap perjalanan pertumbuhan spiritual Peck, tahap transisi spiritual Moody, dan tahap perkembangan spiritual sufistik.
Intelegensi spiritual merupakan akses manusia untuk menggunakan makna, visi dan nilai-nilai dalam jalan yang kita pikirkan dan keputusan yang kita buat. Zohar dan Marshall mengembangkan alat pengukuran SQ berdasarkan teori J.L. Holland yang membagi manusia atas enam tipe kepribadian (konvensional, sosial, investigative, artistic, realistic, dan kewirausahaan). SQ merupakan cara untuk melakukan integrasi, memahami dan beradaptasi dengan perspektif baru sehingga dapat meningkatkan spiritualitas seseorang.
Bahasan yang terakhir adalah kematian dan kehidupan setelah mati. Kematian merupakan salah satu tahap kehidupan yang dialami manusia. Menurut Islam kematian pada manusia terjadi ketika ruh terlepas dari jasadnya dan tidak kembali lagi. Kematian dalam Islam dibagi menjadi dua yaitu kematian permanen (maut) yang sifatnya menetap sampai hari kebangkitan dan kematian sementara (naum) atau lebih dikenal dengna istilah tidur. Pengharapan umat Islam terhadap jenis kematian yang akan mereka alami dapat mempengaruhi perilaku mereka selama di dunia.
Umat Islam percaya bahwa akan ada kehidupan setelah mati menurut Al Qur’an dan Al Hadits, meskipun analisis serangkaian data empirik menjelaskan kalau itu tidaklah ilmiah. Kesadaran akan adanya kehidupan setelah mati membimbing manusia untuk memiliki kesadaran yang lebih tinggi. Ada beberapa bahasan mengenai kehidupan setelah mati seperti alam barzakh, hari kebangkitan, serta neraka dan surga.
Pendidikan kematian diperlukan supaya dapat mempersiapkan orang untuk mengerti dan menyadari kehidupannya di dunia. Pendidikan ini dapat diberikan sejalan dengan waktu dari mulai anak-anak sampai dengan orang yang akan mati. Islam mengajarkan umatnya untuk menerima kematian sebagai jalan menuju eksistensi yang lebih baik pada hari kemudian.
Dengan demikian psikologi perkembangan Islami memiliki perbedaan dengan psikologi perkembangan yang berkembang saat ini. Psikologi perkembangan Islami tidak hanya mengenali faktor hereditas dan lingkungan yang mempengaruhi perkembangan seseorang namun juga mempercayai bahwa adanya kehendak Allah dalam mengarahkan perkembangan alam semesta. Selain itu psikologi perkembangan Islami juga membahas tidak hanya kehidupan duniawi tapi juga membahas kehidupan yang sifatnya transendental (ruhani).
Psikologi perkembangan Islami harus mengikuti filosofi manusia menurut Islam dengan mengkaji AL Qur’an dan Al Hadits. Oleh karena itu, Psikologi perkembangan Islami dapat memilih dan mengembangkan metode penelitian yang lebih sesuai dengan materi kajian yang dikembangkan. Namun juga harus memiliki validitas dan reabilitas yang tinggi.

TAFSIR QS. AL-BAQOROH: 256

BAB I
PEMBAHASAN
A. Lafadz dan Terjemahan QS. Albaqoroh: 256
      ••                     
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama Islam, sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Thogut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui”.(QS. Albaqoroh:256)



B. Tafsir Muforadat
• kariha lawan kata dari akhabba yang berarti tidak menyukai ikroha yang berarti memaksa.
• Al ghoi: isim masdar dari ghowa: dholla yang berarti sesat.
• Athoghut: Assyaithon atau Ashnam
• Istamsaka: amsaka bihi: berpegang pada
• Al’urwatil wutsqo: bil aqdi mahkum: tali yang kokoh
• Infisoma: inqotoo’a : tidak akan putus

C. Isi Kandungan QS. Albaqoroh: 256
Pada ayat-ayat sebelumnya dibicarakan tentang penetapan prinsip aqidah yang bersifat meng-Esakan Allah SWT (tauhid), mensucikan-Nya dari sifat-sifat kekurangan, dan kekuasaan-Nya yang bersifat tunggal di langit maupun di bumi, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Dalam pembicaraan ini diterangkan bahwa bertauhid atau beriman dapat memberikan bimbingan fitrah dan menuntunya untuk memahami alam, yang tanda-tandanya sudah jelas, dalil-dalilnya sudah terang, tidak ada kekaburan maupun kesamaran. Barang siapa memperoleh petunjuk, maka berbahagialah dia. Tetapi barang siapa yang mengingkarinya, maka rugilah dia baik di dunia maupun di akhirat. Dan kerugian itulah kerugian yang sebesar-besarnya.
Adapun tentang asbabun nuzul ayat ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari jalan Ikrimah, dari Ibnu Abbas: ”Seseorang lelaki ansor bernama Husain punya dua anak laki-laki beragama Nasrani, sedang ia sendiri seorang muslim. Lalu ia bertanya kepada Rosulullah: “Bolehkah saya memaksa keduanya beragama Islam? Karena keduannya hanya mau beragama Nasrani ”. Lalu turunlah ayat ini.
Dalam riwayat lain juga diceritakan bahwa turunnya ayat ini karena ada seorang wanita anshor berjanji kepada dirinya bahwa apabila putranya hidup, maka ia akan menjadikannya Yahudi. Tatkala Bani Nadir diusir dan di antara mereka ada anak-anak kaum Anshor, maka kaum Anshor berkata: “kami tidak akan menjadikan anak kami menjadi yahudi.” Maka Allah meniurunkan ayat ini. Diriwayatkan dari Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas.
Dalam ayat ini diterangkan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama, karena iman merupakan pernyataan kesadaran dan kepatuhan . keduanya tidak dapat dipaksakan tetapi bisa diusahakan memlalui hujjah dan bukti-bukti kebenaran.
Ayat ini cukup jelas untuk menyangkal bahwa Islam ditegakkan dengan pedang, ditawarkan dengan kekerasan, dan barang siapa yang mau selamat harus masuk Islam, dan ybarang siapa yang menolak akan menerima pedang sebagai hukuman sebagaimna yang dikenal dalam sebagian agama yang lain dengan memkasa orang untuk menganut agamanya bagaimananapun caranya. Sejarah telah menjadi saksi bahwa pernyataan ini tidaklah benar, pernahkah Nabi SAW menggunakan pedang untuk memaksa orang masuk Islam? Bahkan sebaliknya Rosulullah menerima berbagai siksaan, penganiayaan, dan caci maki dalam menyebarkan Islam. Adapun peperangan yang dilakukan umat Islam itu hanyalah semata-mata suatu tindakan bela diri terhadap serangan-serangan kaum kafir terhadap mereka, dan untuk mengamankan jalannya dakwah Islamiyah. Sehingga orang kafir itu dapat dihentikan dari kedzoliman, memfitnah dan menggangu umat Islam karena menganut dan melaksanakan agama mereka dan agar orang kafir dapat menghargai kemerdekaan pribadidan hak-hak asasi manusia untuk menganut keyakinan.
Jadi tidak dibenarkan adanya pemaksaan. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan, serta dengan nasihat-nasihat yang wajar sehingga mereka masuk Islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri. Dan untuk hasilnya apakah mereka mau masuk Islam atau tidak merupakan urusan Allah. Sesungguhnya kewajiban kita adalah menyajikan islam melalui keyakinan islam yang toleran, memberi petunjuk, dan menunjukan manusia. Dan tugas manusia adalah merenungkan aqidah itu, menelaah dalil-dalil, hujjah-hujjah, dan argumentasinya yang merupakan konsep yang sempurna dan tidak mengandung keraguan. Karena Allah menjadikan Islam sebagai agama yang mudah dan toleran sampai pada batas kemampuan manusia merenungkannya dengan akal dan pemahaman yang telah di anugrahkan oleh Allah.
Dan telah nyata yang lurus dari yang sesat bahwa Islam bahwa Islam adalah agama yang benar dan membawa kejayaan, sedangkan agama-agama yang lain sesat dan bengkok.
Barang siapa yang mengingkari kesesatan dan beriman kepda Allah, maka ia benar-benar berpegang kepada tali yang kokoh, yang tidak dapat putus. Maksudnya barang siapa yang yang menjauhkan diri dari sekutu, berhala, dan apa-apa yang diserukan setan supaya perkara selain Allah disembah, serta mentauhidkan Allah, menyembah-Nya, mengesakan-Nya, dan mempersasksikan-Nya. Maka sesungguhnya dia telah berpegang pada tali yang sangat kokoh. Dia telah berpegang teguh pada agama yang kokoh sarana yang paling kuat serta ikatan yang sangat erat, yakni kekuatan iman dan Islam. Di sini kekafiran terhadap thogut didahulukan daripada keimanan kepada Allah mengandung isyarat yang halus bahwa yang pertama kali harus dilakukan ialah membersihkan qolbu dan membuang kepercayaan kepada thogut yang ada dalam qolbu. Jika qolbu telah kosong dan bersih, maka dapat diisi dengan keimanan kepada Allah. Dengan demikian keimanan dapat meresap di dalam qolbu. Keimanan tidak dapat melekat kecuali jika Allah sebagai pemeliharanya. Maka, tidak seorangpun dapat mencabut keimanan yang mengakar ke dalaam qolbu yang memegang tali yang sangat kokoh. Dan hal ini ditegaskan dengan ayat selanjutnya:
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Maksudnya Allah senantiasa mendengar apa yang diucapkan dan Allah senantiasa mengetahui apa yang ada di dalam hati dan dilakukan oleh anggota badan. Dan Allah membalas amal seseorang sesuai dengan iman, perkataan dan perbuatan mereka masing-masing.
Umat islam menjadikan ayat ini sebagai prinsip agama dan politik yang sangat tinggi sebab itu mereka tidak membenarkan segala pemaksaaan dalam bentuk apapun dan kepada siapapun. Dan untuk membela Islam dan umat kita dari serangan musuh, Allah memerintahkan kita berdakwah dengan bijaksana, nasihat yang baik, disamping tetap menjamin kemerdekaan berdakwah dan menutup pintu fitnah.
Kita berkewajiban mengangkat senjata hanyalah semata-mata untuk melindungi kaum da’i kita serta mengamankan jalannya dakwah Islam keseluruh penjuru dunia dan mencegah orang-orang kafir berlaku jahat kepada kita. Juga untuk melindungi kelemahan iman kita dari gangguan kaum kafir sehingga iman mereka tetap tumbuh menjadi kuat, serta mencegah fitnah dari golongan kafir terhadap Islam. Supaya manusia dapat melaksanakan agamanya dengan rasa ikhlas kepada Allah, bukan takut karena paksaan.
Dan hal ini diakui oleh pernyataan sarjana Kristen Arobia, prof. Phillips Hittiyang telah menjadi warga Negara Amerika dalam bukunya sejarah Arab mengakui bahwasannya ayat inilah salah satu dari ayat Al-Qur’an yang patut menjadi anutan manusia dalam segala Agama.






BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Agama Islam Tidak membenarkan umatnya menggunakan paksaan terhadap orang-orang yang bukan muslim, untuk memaksa mereka masuk agama Islma. Dan orang yang memilih agama Islam sebagai anutannya adalah bagaikan orang yang telah mendapatkan tali yang kokoh dan kuat yang tidak akan bisa di putus.
Dan Kita berkewajiban mengangkat senjata hanyalah semata-mata untuk melindungi kaum da’i kita serta mengamankan jalannya dakwah Islam keseluruh penjuru dunia dan mencegah orang-orang kafir berlaku jahat kepada kita. Juga untuk melindungi kelemahan iman kita dari gangguan kaum kafir sehingga iman mereka tetap tumbuh menjadi kuat, serta mencegah fitnah dari golongan kafir terhadap Islam. Supaya manusia dapat melaksanakan agamanya dengan rasa ikhlas kepada Allah, bukan takut karena paksaan.






DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya
Jalalain. Tafsir Jalalain. Surabaya: Darul ‘Abidin
Munawir, Ahmad Warson. 1997. ALMUNAWIR Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif
Tim Tashih Departemen Agama. 1991. Alqur’an Dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf UII
Nasib Rifa’I, Muhammad. 1999. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani Press
Al-Maroghui, Musthafa. 1986. Tarjamah Tafsir Al-Maroghi Juz 3. Bandung: CV. Rosda Bandung
HAMKA. 1983. Tafsir Al-Azhar JUZ III. Jakarta: Pustaka Panjimas

TAFSIR QS. AR--RUM: 41

BAB I
PEMBAHASAN

A. Lafadz dan Terjemahan QS. Ar Rum: 41

        ••      

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar rum: 41)



B. Tafsir Mufrodat
Pada surah Ar rum: 41 ini, terdapat suatu penegasan yang ditujukan untuk manusia, bawasanya berbagai kerusakan yang terjadi di daratan maupun di lautan adalah ulah manusia. Sebaiknya semua itu harus di sadari oleh manusia sekarang ini, agar manusia sekarang ini segera menghentikan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan timbulnya kerusakan di daratan maupun di lautan, dan yang paling penting adalah dengan menggantinya dengan perbuatan baik yang bermanfaat untuk kelestarian alam kita ini.
Kata zhahara pada mulanya berarti terjadinya sesuatu dipermukaan bumi. Sehingga, zhahara dapat di artikan menjadi sesuatu yang tampak, karena sumua itu terjadi di permukaan, maka menjadi tampak dan terang, serta di ketahui dengan jelas. Sedangkan kata al-fasad menurut al-ashfahani adalah keluarnya sesuatu dari keseimbangan,baik sedikit maupun banyak. Kata ini biasa digunakan untuk menunjuk apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain
Ayat di atas menyebut bahwa darat dan laut dapat di artikan sebagai tempat terjadinya fasad itu. Hal ini dapat di artikan bahwa daratan dan lautan menjadi arena kerusakan, yang hasilnya keseimbangan lingkungan menjadi kacau.

C. Isi Kandungan QS. Ar rum: 41
Manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai kholifah di muka bumi. Oleh karena itu manusia ditugaskan oleh Tuhan untuk mengurus bumi yang tercinta ini.
Dalam pelaksanaannya sebagai kholifah, manusia di beri akal oleh Tuhan, sehingga manusia memiliki kelebihan dibandingkan makhluk lainnya. dengan akalnya itu manusia mempunyai inisiatif dan daya kreatif dalam tugas mengurusi kelestarian bumi.
Selain itu akal tersebut juga digunakan untuk mengembangkan kebudayaan di muka bumi ini. Salah satu kemajuan yang berkembang adalah perkembangan senjata yang tidak lain digunakan untuk berperang. Peperangan ini akan menimbulkan berbagai kerusakan. Kemajuan yang lain adalah di bidang industri, dimana setiap harinya menghasilkan limbah-limbah beracun yang dapat merusak lingkungan. Hal-hal tersebut di atas sangat cocok dengan QS Ar rum ayat 41 yang menyebutkan bahwa kebanyakan kerusakan dimuka bumi baik di darat atau pun di laut akibat ulah tangan manusia.
Namun, bukan berarti semua kerusakan di akibatkan oleh manusia sendiri. Pernyataan Allah itu merupakan suatu petunjuk bahwa kerusakan itu adalah insidentil sifatnya. Jikalau manusia merupakan penyebab semua kerusakan yang ada di muka bumi ini, maka ini bertentangan dengan fitrah manusia sebagai makhluk paling sempurna. Semua makhluk ciptaan Allah, pada dasarnya mempunyai fitrah yang baik.
Kerusakan di muka bumi ini, yang di sebabkan tangan manusia terjadi karena kesyirikan, keingkaran, dan kesesatan manusia. Mereka melakukan kebebasannya secara seenaknya sendiri tanpa memikirkan apakah ada yang di rugikan atau tidak. Padahal segala sesuatu yang dilakukan manusia akan di mintai pertanggung jawaban kelak di kemudian hari.
Akibat dari perbuatannya itu maka manusia merasakan sebagian dari perbuatan jelek mereka, dengan kata lain kebaikan di balas dengan kebaikan dan kejelekan di balas dengan kejelekan. Sedangkan makhluk lain yang hidup dimuka bumi ini selain manusia, berbuat bukan menurut kehendaknya. Keadaan mereka telah di seting hanya mempunyai insting belaka.
Ayat 41, mengingatkan adanya perbuatan jelek yang dapat merusak bumi dan berakibat pada manusia itu sendiri. Sehingga manusia yang mempunyai akal hendaknya menghindari perbuatan jelek tersebut dan berbuat hal-hal yang berguna bagi kehidupan.
Dalam ayat ini juga di sebutkan, bahwa Allah SWT memberikan balasan kepada sebagian manusia akibat perbuatan jeleknya. Pernyataan ini jika diteliti lebih jauh merupakan rahmat dari Allah SWT. Balasan tersebut menjadi peringatan bagi manusia agar tidak berbuat jelek lagi dan kembali kepada Allah SWT di jalan yang benar.
Dengan demikian, Allah tidak menjatuhkan hukuman kepada semua manusia karena akan menghancurkan kehidupan di bumi termasuk binatang dan tumbuhan. Seperti yang di sebutkan dalam surat yang artinya “ dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia di sebabkan usahanya niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas bumi suatu makhluk yang melata pun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka.”( QS Al Fatir : 45 )

Kerusakan besar yang akan terjadi di muka bumi ini diakibatkan perbuatan dosa yang sangat besar. Adapun dosa besar itu ialah beragama non islam, mengambil pelindung pada selain Allah, mempersekutukannya, menyatakan bahwasanya Allah itu beranak, dll.













KESIMPULAN

Manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai kholifah di muka bumi. Oleh karena itu manusia ditugaskan oleh Tuhan untuk menjaga dan melestarikan alam ini demi sesama manusia juga. Akan tetapi, dalam kehidupan yang sesungguhnya, kebanyakan manusia hanya bisa merusak tanpa bisa memperbaikinya. Dampak negative dari semua itu, akan di rasakan oleh sesama manusia itu sendiri. Maka dari itu, sebagai manusia yang berakhlak mulia atau manusia yang memang di ciptakan oleh Allah sebagai khalifah, haruslah menjaga amanat itu dengan baik dengan menjaga bumi kita ini dari kehancuran-kehancuran yang di ciptakan oleh ulah kita sendiri.












DAFTAR PUSTAKA

Shihab, Quraish. 2005. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati
http://agustinarahmayani.wordpress.com/2008/04/17/pemanfaatan-dan-pelestarian-lingkungan-hidup/)
Tim tashih Departemen Agama, “Al Qur’an dan Tafsirnya”, Yogyakarta, 1990: UII

TAFSIR QS. ALI IMRON 110

A. Lafadz dan Terjemahan Q.S. Ali Imron : 110
  •  ••                    
”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
B. Tafsir Mufradat
1. Kata • berarti golongan yang berdiri sendiri dan banyak individu yang antara mereka terdapat ikatan yang menghimpun dan persatuan yang membuat mereka seperti organ dalam satu tubuh.
2. Kata  berarti ditampakkan. Dengan begitu penampakannya tersebut menjadikan perbedaan dengan yang lain.
3. Kata  berarti menyuruh. Kata menyuruh berfungsi untuk memberikan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu.
4. Kata  berarti dikenal. Dalam hal ini berarti dapat dimengerti dan dipahami serta diterima oleh syariat dan akal.
5. Kata  berarti melarang. Berfungsi untuk mencegah seseorang dalam melaksanakan perbuatan terutama perbuatan jelek.
6. Kata  merupakan lawan kata dari ma’ruf.
7. Kata  adalah orang-orang ahlul kitab yakni Nasrani dan Yahudi.
8. Kata  berarti fasik. Orang yang fasik adalah orang yang melenceng dari ajaran agama.
C. Isi Kandungan Ayat
Dalam ayat ini disebutkan bahwasanya umat Muhammad SAW (umat Islam) merupakan umat yang terbaik yang dilahirkan di dunia ini dibandingkan dengan umat yang lain. Umat Islam dikatakan yang terbaik karena dalam kehidupannya melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, juga dapat dikatakan menyuruh kepada kebaikan dan menentang kejahatan. Selain itu juga beriman kepada Allah SWT.
Dari nukilan tersebut jelaslah bahwa sebutan sebaik-baik umat harus berpangkal pada 3 hal yaitu :
1. Amar Ma’ruf
2. Nahi Mungkar
3. Beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
Hasby Ash Shiddiqy menyebutkan bahwa didahulukannya amar ma’ruf nahi mungkar karena hal tersebut merupakan benteng iman dan dengannyalah terpelihara iman. Hal ini menunjukkan bahwa perwujudan iman yang semakin kuat adalah semakin giatnya seseorang dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.

Perkara Ma’ruf, Perkara Mungkar dan Keimanan
Seperti yang telah disebutkan bahwa ma’ruf merupakan segala sesuatu yang dianggap baik dan dapat diterima oleh syariat dan akal di masyarakat. Sehingga dalam pelaksanaannya tidak ada penolakan oleh masyarakat.
Perkara ma’ruf yang paling agung adalah agama yang haq, iman, tauhid, dan kenabian . Oleh karena itu, setiap individu seorang muslim harus tertancap dengan kuat keimanannya. Hal ini dikarenakan iman merupakan sumber dari akhlaq yang baik.
Sedangkan perkara yang mungkar merupakan kebalikan dari perkara yang ma’ruf. Hal yang bersifat mungkar mendapat penolakan di dalam masyarakat. Perbuatan mungkar yang paling besar adalah kafir. Kafir adalah kemungkaran yang paling besar karena sangat bertentangan dengan keimanan.
Amar ma’ruf nahi mungkar dilakukan dalam melaksanakan perintah yang jelas dalam Al Quran yaitu jihad. Kewajiban berjihad di dalam agama ialah pembebanan yang paling besar kepada seseorang guna menyampaikan manfaat yang paling besar dan membebaskan dari kejelekan yang paling besar. Jika melihat pengertian tersebut, jihad yang dimaksud adalah perang, jika situasi menghendaki demikian. Namun jihad juga dapat dilakukan dengan hati dan lisan.
Adapun contoh dari amar ma’ruf seperti mengajak orang untuk sembahyang lima waktu, dakwah, tolong menolong dalam ketaqwaan dan masih banyak lainnya. Sedangkan contoh nahi mungkar seperti mendamaikan orang yang berselisih, memberantas kriminal, korupsi, narkoba dan hal-hal lain yang merusak kedamaian dan kelestarian alam.
Dalam pelaksanaannya, jihad membutuhkan keberanian. Keberanian itu diperoleh dari iman kepada Allah SWT. Orang yang beriman kepada Allah maka terbebas dari pengaruh dari pihak lain karena ia hanya berlindung kepada Allah semata. Dengan begitu hilanglah rasa takut kepada makhluk ciptaan Allah. Hilangnya rasa takut itu memunculkan kebebasan dalam melaksanakan jihad.
Kebebasan dalam ber-amar ma’ruf nahi mungkar mempunyai tiga intisari yaitu :
a. Kebebasan kemauan (iradat)
Dengan kebebasan iradat maka seorang muslim berani menjadi penyuruh dan pelaksana amar ma’ruf.
b. Kebebasan menyatakan pikiran
Dengan kebebasan pikiran seorang muslim berani untuk menyatakan penentangan terhadap kemungkaran. Dengan tegas ia mengatakan ini salah dan ini yang baik.
c. Kebebasan jiwa dari keraguan
Dari dua kebebasan di atas ada satu kebebasan yang merupakan sumber dari kedua kebebasan jiwa. Kebebasan jiwa diperoleh dari keimanan seorang muslim kepada Allah SWT.
Seperti yang disebutkan dalam ayat ini yaitu ummat, sehingga dalam hidup ini kita hidup dalam suatu golongan yang terdiri dari banyak individu. Setiap individu memiliki kebebasan masing-masing. Kebebasan-kebebasan individu tersebut akan terhenti jika bertemu dengan kebebasan individu yang lain. Sehingga dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan tersebut diikat oleh undang-undang (syariat). Syariat sendiri bersumber dari akhlaq, sehingga penghubung dari kebebasan adalah akhlaq.seddangkan akhlaq sendiri bersumber dari iman kepada Allah.
Dengan akhlaq tersebut akan mengharmoniskan hubungan antara sesama manusia. Dengan kata lain kepentingan umum harus lebih diutamakan daripada kepentingan individu. Berbeda jika salah satu mementingkan diri sendiri maka akan timbul perpecahan karena yang kuat dialah yang menang sedangkan yang lemah dialah yang kalah.


Perbandingan dengan Ahlul Kitab
“...Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”
Jika dilihat, ayat ini menunjukkan kemungkinan bagi para ahlul kitab yang ingin mencapai derajat sebaik-baik umat. Namun ada satu syarat yang harus dipenuhi yaitu iman kepada Allah.
Dalam kehidupan saat ini, banyak orang-orang non muslim yang melakukan kebaikan-kebaikan seperti menyumbang untuk pendidikn, kesehatan dan lain-lain. Namun dalam hati mereka tidak ada kebebasan jiwa yang bersumber dari iman kepada Allah. Keimanan yang mereka yakini tidak bisa menghasilkan iman yang dicintai oleh Allah dan Rosul-Nya. Keimanan seperti itu hasilnya bukan amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan demikian iman kepada Allah merupakan pondasi dasar dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Dalam membandingkan antara umat Islam dengan ahlul kitab, Al Quran sangat teliti dan berdasarkan fakta yang ada. Islam tidak mendakwa semua umat non muslim (ahlul kitab) adalah fasik dan tersesat. Namun menggunakan kata sebagian besar yang berarti tidak semua orang dari golongan tersebut fasik dan sesat. Adapun beberapa orang ahlul kitab yang beriman kepada Allah antara lain Salman al Farisi (dulunya Yahudi), Raja Negus (dulunya Nasrani) dan lain-lain. Merekalah orang-orang ahlul kitab yang mendapat cahaya iman sehingga masuk dalam umat yang terbaik.

D. Kesimpulan
Dari uraian isi kandungan QS. Ali Imron : 110 dapat ditarik kesimpulan bahwa umat Islam dalam menjaga predikat umat yang terbaik harus melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar yang dilandasi iman kepada Allah. Pelaksanaan kebaikan tanpa dilandasi iman menurut pandangan ahli tafsir tidak bisa disebut amar ma’ruf nahi mungkar.
Dengan demikian dalam individu setiap muslim hendaknya iman melekat erat dengannya. Dengan iman tersebut maka akan semakin mudah hati kita untuk ikhlas dalam berjihad di jalan Allah.
Setiap muslim hendaknya sadar bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada kebebasan atau kepentingan-kpentingan orang lain selain dirinya. Untuk itu perlu menumbuhkan sikap toleran dan lebih mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi. Dengan begitu kehidupan masyarakat akan menjadi lebih harmonis dan damai.






DAFTAR PUSTAKA

Al Maraghi, Ahmad Musthafa. 1993. Terjemah Tafsir Al Maraghi. Semarang : CV. Toha Putra
Hamka.1984. Tafsir Al Azhar. Jakarta : PT. Pustaka Panjimas
Hasby Ash Shiddieqy. Tafsir Al Quranul Madjied An Nur. Jakarta : Bulan Bintang

Selasa, 14 Desember 2010

SEJARAH PERKEMBANGAN TAUHID

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sepanjang sejarah agama-agama wahyu, Ilmu Tauhid yang digunakan untuk menetapkan dan menerangkan segala apa yang diwahyukan Allah kepada RasulNya tumbuh bersama tumbuhnya agama ini. Para tokoh agama berusaha memelihara dan meneguhkan agama dengan berbagai macam cara dan dalil yang mampu mereka ketengahkan. Ada yang kuat, ada yang sempit, ada yang luas, sesuai dengan masa dan tempat serta hal-hal yang mempengaruhi perkembangan agama.
Perkembangan Ilmu Tauhid mengalami beberapa tahapan sesuai dengan sesuai dengan perkembangan manusia, yang dimulai pada masa nabi Adam, Rasulullah SAW, masa Khullafaurrasyidun, masa Daulah Umayyah, masa Daulah Abbasyiah dan masa sesudah kemunduran Daulah Abbasyiah.
Kalau kita selidiki sejarah pertumbuhan agama dan perkembangannya, maka sejarah tauhid pun harus kita kembalikan pula kepada asal mula pertumbuhn sejarah, yaitu permulaan manusia mengenal sejarah. Mereka semua mempunyai agama yang dipercayai dan diyakininya. Dan agama yang diyakininya itulah yang benar menurut anggapan mereka.
Begitu pula halnya ahli-ahli falsafah, dalam membahas kejadian alam, untuk sampai kepada yang menciptakan alam ini. Bendapat mereka berbeda-beda mengenal asal mula kejadian alam.
Masing-masing ahlib falsafah berpendapat, bahwa pendiriannya yang benar dan yang lainnya adalah salah. Semua mereka, walaupun sudah sampai ke-Tuhanan, akan tetapib belumlah mencapai apa yang dikehendaki Allah dan yang diamanatkan oleh para Nabi dan Rosul.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Sejarah Perkembangan Tauhid pada masa Nabi Adam AS
2. Sejarah Perkembangan Tauhid pada masa Nabi Muhammad SAW
3. Sejarah Perkembangan Tauhid pada masa Khulafaur Rosyidin
4. Sejarah Perkembangan Tauhid pada masa Daulah Bani Umayah
5. Sejarah Perkembangan Tauhid pada masa Daulah Bani Abbasiyah
6. Sejarah Perkembangan Tauhid pada masa pasca Daulah Bani Abbasiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Ketauhidan Sejak Nabi Adam a.s
Adam adalah nenek moyang manusia yang pertama. Sejarah tentang Tauhid dimulai sejak diutusnya nabi Adam a.s oleh Allah untuk menganjarkan ketauhidan yang murni kepada anak dan cucunya. Ajaran Adam tentang Tauhid yaitu tentang KeEsaan Allah SWT. Semenjak itulah manusia telah mengetahui dan meyakinkan tentang adanya keEsaan Allah sebagai sang Pencipta alam semesta ini. Umat manusia yang telah dibuka hatinya oleh Allah menerima hakikat hidup itu, menerima dan mematuhi ajaran Nabi Adam.
Akan tetapi setelah nabi Adam wafat, umat pun kehilangan pembimbing. Mereka pun mulai menyimpang dari ajaran semula dan meninggalkan sedikit demi sedikit ajarannya sehingga tersesat dari jalan lurus dan kehidupan mereka pun menjadi kacau.
Untuk itu Allah mengutus para Nabi dan Rosul untuk memberikan petunjuk kepada umat manusia. Nabi Nuh a.s., seorang bapak atau nenek moyang manusia yang ke dua, diutus sebagai pemimpin dan pengatur manusia yang kacau porak poranda setelah ditinggalkan oleh nabi Adam. Sebelum nabi Nuh a.s pun telah diutus Nabi-nabi yang ditugaskan untuk meneruskan ajaran nabi Adam a.s. Setelah Nabi Nuh wafat, manusia kembali kehilangan pemimpin dan pengaturnya dan menjadi kacau balau sampai diutusnya Nabi Ibrahim Oleh Allah SWT . Nabi Ibrahim selain mengajarkan dan memimpin ketauhidan terhadap Allah juga beliaulah yang mula-mula membawa dan mengajarkan syari’at.
Periode antara nabi Ibrahim dan nabi Muhammad masih banyak lagi nabi-nabi yang diutus Allah untuk menjaga ketauhidan dikalangan umat manusia, agar tidak terkikis dari sanubari manusia. Diantara nabi-nabi itu ialah: Nabi Luth a.s, nabi Ismail a.s, nabi Ishaq a.s, nabi Yakub a.s, nabi Yusuf a.s, nabi Musa a.s, nabi Harun a.s, nabi Yusa’ a.s, nabi Daud a.s, nabi Sulaiman a.s, Nabi Hud a.s, nabi Shaleh a.s, nabi Syu’aib a.s, Nabi Zakaria a.s, Nabi Yahya a.s, Nabi Ayyub a.s, nabi Zulkifli a.s, nabi Isa a.s dan nabi Muhammad SAW.
Diantara nabi-nabi yang dua puluh lima tersebut ada lima orang nabi yang mendapat julukan Ulul Azmi yaitu: nabi Nuh, nabi Ibrahim, nabi Musa , nabi Isa dan nabi Muhammad SAW. Semua nabi-nabi itu mengajarkan kepada umatnya untuk mentauhidkan dan meyakini bahwa yang menjadikan alam semesta ini Esa yaitu Allah SWT.
Nabi Musa a.s diutus oleh Allah untuk mengajarkan ketauhidan. Allah menurunkan kitab Taurat secara sekaligus kepada nabi Musa a.s. Taurat itu mengandung syariat atau peraturan-peraturan Allah yang diturunkan kepada nabi Musa untuk diamalkan dan berpegang teguh padanya. Syariat itu telah dijalankan oleh umat nabi Musa sebagai petunjuk dan pedoman hidup mereka sewaktu Nabi Musa masih hidup. Akan tetapi setelah Nabi Musa wafat bani Israil atau orang Yahudi lama kelamaan menyimpang dari kitab Taurat sehingga menyebab kerusakan. Pada masa bani Israil ditinggalkan Nabi Musa, timbul perselisihan dan perubahan–perubahan atau penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian mereka. Nabi Isa pun diutus oleh Allah sebagai Pendamai dan mengembalikan pada ajaran agama yang semula, yaitu tentang ke Esaan Allah.
Nabi Isa mengajaran ketauhidan dengan berdasarkan pada kitab yang telah diturunkan oleh Allah yaitu kitab Injil. Di dalam kitab Injil terkandung: nasihat-nasihat,petunjuk-petunjuk terhadap orang yang mengimaninya. Nabi Isa secara terus menerus menyiarkan agama tauhid serta mendamaikan umatnya walaupun mendapat rintangan-rintangan dari bani Israil. Dengan kebencian orang-orang Yahudi, mereka berniat untuk membunuh Nabi Isa. Akan tetapi Allah melindungi Nabi Isa dengan menyamarkan orang yahudi . Orang Yahudi itu menangkap salah seorang dari mereka yang telah diubah wajahnya mirip dengan nabi Isa. Nabi Isa pun diangkat oleh Allah.
Setelah ditinggalkan nabi Isa (menurut kepercayaan orang-orang Nasrani), sedikit demi sedikit mulai berubah ketauhidannya sehingga umat menyimpang dari ajaran semula dan terlepas dari dasar-dasar ketauhidan yang murni. Adapun perubahan yang terjadi sebagai berikut:
1. Segolongan orang Nasrani yang diketahui oleh Paulus sebagai kepala agama di Intokia(syiria) memegang sungguh-sungguh ketauhidan yang murni. Mereka berpendapat bahwa Isa itu seorang hamba dan pesuruh Allah sebagai juga Rasul yang lain.
2. Golongan Arius, yaitu golongan Nasrani pengikut aliaran “Arius” seorang pendeta di Iskandariah. Ia masih berpegang teguh pada ketauhidan yang sebenarnya. Ia berpendapat bahwa Isa hamba Allah. Akan tetapi ia menambahi keterangan bahwa Isa sebagai “kalimah Allah” dari situlah mulai ada bayangan yang mengarahkan bahwa Isa itu adalah Allah.
3. Golongan Parpani. Golongan yang ini berpendapat bahwa Isa dan ibunya dalah Tuhan. Demikian inilah keadaan Nasrani yang datang kemudian. Mereka mengangap bahwa Tuhan itu menjadi tiga. Dan hampir semua orang Nasrani mempercayai bahwa Tuhan itu terdiri dari 3 oknum. Ketiga oknum itu sebernya satu juga yaitu: Bapa, anak dan Ruhul Kudus. 3 adalah 1 dan 1 adalah 3.

B. Sejarah Ketauhidan masa Rosulullah SAW
Masa Rasulullah saw merupakan periode pembinaan aqidah dan peraturan-peraturan dengan prinsip kesatuan umatdan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur dikembalikan langsung kepada Rasulullah saw sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan antara umatnya. Masing-masing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum Islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah swt dan RasulNya serta menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah swt berfirman dalam Al-Quran surat al-Anfal ayat 46, yang artinya:
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
Dan surat Al-Maidah ayat 15, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)”.
Perbedaan pendapat memang dibolehkan tetapi jangan sampai pada pertengkaran, terutama dalam maslah aqidah ini. Demikian pula dalam menghadapi agama lain, kaum muslimin harus bersikap tidak membenarkan apa yang mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya. Yang harus dikata kaum muslimin adalah telah beriman kepada Allah dan wahyuNya, yang telah diturunkan kepada kaum muslimin juga kepada mereka. Tuhan Islam dan Tuhan mereka adalah satu (Esa).
Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan nasihat dan peringatan. Berdebat dengan cara baik dan dapat menghasilkan tujuan dari perdebatan, sehingga terhindar dari pertengkaran. Allah swt berfirman dalam Al-Quran surat An-Nahl ayat 125, yang artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dengan demikian Tauhid di zaman Rasulullah saw tidak sampai kepada perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, karena Rasul sendiri menjadi penengahnya.

Hanya 23 tahun Rosulullah berdakwah memperjuangkan Islam. Dan dalam waktu sesingkat itu, seluruh semenanjung arab telah berhasil diislamkan oleh Beliau. Hal ini disebabkan tidak hanya karena faktor Nabi Muhammad, tapi keimanan dan kesetiaan yang tinggi para sahabat berpengaruh besar dalam sejarah penyebaran Islam awal. Dan para sahabat masih berakidah murni. Para sahabat tidak pernah menanyakan segala hal yang berhubungan dengan dzat dan hakikat sifat-sifat Allah. Mereka telah mengerti makna yang terkandung dalam dalam sifat-sifat tersebut. Karena itulah mereka tidak pernah menanyakannya, selain karena Rosulullah melarang memikirkan dan memperdebatkan masalah itu.
Pada masa Rosulullah, persoalan-persoalan yang yang berhubungan dengan aqidah justru muncul dari kaum musyrikin dan munafiqin. Kaum musyrikin mengangkat permasalahan qadar tujuannya ialah untuk membenarkan perbuatan jahat dan dosa yang mereka kerjakan, yaitu menisbatkan perbuatan mereka kepada kehendak Allah. Dengan demikian perbuatan mereka seakan-akan direstui oleh Allah dan merupakan kehendak Allah. Sedangkan kaum munafiqun mengeluarkan komentar-komentar yang mengindikasikan qodariyah. Tidak lain maksunya untuk melemahkan semangat umat Islam dalam peperangan uhud yang berpangkal dari kedengkian dan iri hati mereka terhadap Rosulullah SAW.
Namun para sahabat tidak terpengaruh oleh ucapan-ucapan mereka yang menyesatkan dan menggoyahkan aqidah itu. Dalam hal aqidah, para sahabat mengambil aqidah dari Al-qur’an dan petunjuk Rosulullah. Fokus para sahabat saat itu adalah membela sekuat tenaga perjuangan nabi Muhammad menyiarkan agama Islam dan melindungi beliau dari serangan-serangan dari tipu daya kaum musyrikin, yahudi, nasrani, dan munafiqin.
Melihat sejarah kehidupan Rosulullah, penolakan kaum musyrikin, yahudi nashrani atas ajaran islam bukanlah disebabkan karena ajaran islam yang bersumber dari kitab suici, melainkan lebih dikarenakan oleh faktor hawa nafsu. Hawa nafsu telah memalingkan hati dan pikiran merekadari jalan yang benar. Kaum musyrikin Mekah menolak ajaran Muhammad karena fanatisme terhadap ajaran nenek moyang, ambisi kekuasaan,egoisme kesukuan, dan keuntungan dari sisi perdagangan. Kaum yahudi menolak ajaran Muhammad karena rasa dengki dan kebencian yang meluap-luap kepada beliau dan bangsa arab. Orang yahudi menganggap diri mereka sebagai bangsa terbaik dan pilihan Tuhan karena hampir seluruh Nabi yang diturunkan berasal dari bangsa mereka. Jadi buat apa mereka tunduk kepada nabi Muhammad SAW.
Sedang kaum Nasrani menolak ajaran Muhammad SAW karena takut kehilangan kedudukan dan harta yang telah mereka berikan penguasa Romawi terhadap mereka. Kalau mereka masuk ke agama Islam tentu semua itu akan hilang. Ahlu kitab terutama yahudi selamanya takkan pernah rela dengan agama Islam sejak zaman Rosulullah hingga masa kini. Dari perdebatan mereka dengan Rosulullah bertujuan untuk memurtadkan umat Islam. Dan yang lebih bahaya lagi adalah kaum munafiqin yang membantah perintah, larangan serta keputusan Rosulullah.
Pada masa Rosulullah, penggunaan nalar untuk memperkokoh keimanan adalah sesuatu yang baik. Rosulullah SAW dan Al-qur’an sendiri telah memberikan contoh yang baik tentang perdebatan logis dan argumentatif untuk memperteguh keimanan. Bahwa tauhid merupakan akidah yang benar karena bisa dibuktikan kebenarannya dengan rasio. Dari sini dapat diketahui bahwa ilmu kalam sudah ada sejak masa Rosulullah SAW. Namun belum ada rumusan secara kongkrit seperti zaman sekarang. Dan penggunaan nalar dalam permasalahan aqidah hanyalah berfungsi unttuk memperkokoh akidah dan keimanan serta untuk menompang dalil naqli.

C. Sejarah ketauhidan masa khulafaurrosyidin
Setelah nabi Muhammad SAW. Wafat, pemerintahan dipegang oleh khulafaurrasyidin semenjak tahun 11-40 H. Masa permulaan khalifah Islam khususnya khalifah pertama dan kedua, Ilmu Tauhid masih tetap seperti masa Rasulullah saw. Hal ini disebabkan kaum muslimin tidak sempat membahas dasar-dasar aqidah dimaksud. Waktu semuanya tersita untuk menghadapi musuh, mempererat persatuan dan kesatuan umat.
Kaum muslimin tidak mempersoalkan bidang aqidah, mereka membaca dan memahami al-Quran tanpa takwil, mereka mengikuti perintah Al Qur’an dan menjauhi laranganya. mengimani dan mengamalkannya menurut apa adanya. mereka mensifati Allah dengan apa yang telah Allah sifatkan sendiri serta mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan Allah. Apabila mereka menghadapi ayat-ayat yang mutasyabihat, mereka mengimaninya dan menyerahkan pentakwilannya kepada Allah SWT sendiri.
Pada zaman Khalifah Abu Bakar ( 632 – 634 M ) dan Umar bin Khattab ( 634 – 644 M ) problema keagamaan juga relatif kecil, termasuk masalah akidah. Umat islam disibukkan oleh penyelesaian masalah dalam negeri ( di zaman Abu Bakar ) dan ekspansi peluasan wilayah ( di zaman Umar ). Tapi, setelah umar wafat dan Usman bin affan naik tahta ( 644 – 656 ) fitnah pun timbul, pergolakan di kalangan umat islam tarjadi dan stabilitas politik terganggu.
Masa khalifah ke tiga, Usman bin Affan, mulai timbul kekacauan yang berbau politik dan fitnah, sampai akhirnya kholifah Usman sendiri terbunuh. Umat islam menjadi terpecah dalam beberapa golongan dan partai dan golongan-golongan itu berusaha mempertahankan pendirianya dengan perkataan dan usaha. Maka terbukalah pintu takwil bagi nash-nash Al Qur’an dan Hadits Rasulullah saw. Malahan ada diantara mereka menciptakan hadits-hadits palsu.
Karena itu, pembahasan mengenai akidah mulai subur dan berkembang selangkah demi selangkah dan kian hari kian membesar dan meluas.

D. Perkembangan Ilmu Tauhid di masa Daulah Umayyah.
Dalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyunnya pemeluk agama lain masuk dan memeluk agama Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul keinginan bebas berfikir dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan Salaf.
Dalam masa ini muncul aliran Jabariah yang mana Jabariyah merupakan aliran yang berpendirian bahwa manusia dalam segala kehendak dan perbuatannya tak ubahnya seperti ranting kayu yang bergerak lantaran terpaksa belaka (segala atas kodrat Tuhan semata). Dan aliran ini di angkat oleh 5 tokoh, yakni Ja’d bin Dirham, Jahm bin Shafwan, Ja’d bin Dhiror, Dhiror bin Amr, dan Hasf al-fard.
Kemunculan jabariyah mengakibatkan kemunculan sekelompok umat Islam membicarakan masalah Qadar (Qadariyah) berasal dari kata qodaro yang berarti kemampuan atau kekuatan. Aliran ini menetapkan bahwa manusia mempunyai kekuasaan mutlak dan kebebasan untuk menentukan segala macam perbuatannya sesuai dengan keinginan tanpa adanya intervensi dari Tuhan. Aliran ini didirikan oleh Ghailan ad-Dimasyqi dan Ma’bad al Juhani pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Aliran ini mengajarkan mengenai adanya kebebasan ikhtiar. Qodariyah kebebasan bagi manusia tidak mungkin terwujud jika tidak ada kebebasan bekehendak.
Menurut mereka, manusia adalah fa’il (pelaku) dari kebaikan dan kejahatan, keimanan dan kekafiran. Dan ia mendapat balasan karena perbuatannya. Tuhan memberikan kemampuan untuk semua itu. Tuhan tidak mungkin menyampaikan perintah-Nya kepada seseorang padahal orang itu tidak dapat bekerja atau tidak merasakan didalam dirinya kemampuan dan kerja. Dan menurut mereka, manusia memiliki kemampuan dalam dirinya untuk berbuat baik atau sebalikya, karena ia memang diciptakan demikian.
Menurut mereka pula iman cukup dengan ma’rifat (pengenalan), dan perbuatan tidak termasuk dalam iman. Dan mereka berpendapat bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Dan yang meyakini bahwa Al-Qur’an adalah Qodim maka ia telah syirik. Qodariyah pun meniadakan sifat-sifat tsubutiyah pada Allah.
Akan tetapi kelompok Qadariyah ini tidak berkembang dan melebur dalam Mazhab mu’tazilah (menjauh atau menjauhkan diri) yang menganggap bahwa manusia itu bebas berbuat (sehingga mereka menamakan dirinya dengan “ahlu al-adli”), dan meniadakan semua sifat pada Tuhan karena zat Tuhan tidak tersusun dari zat dan sifat, Ia Esa (inilah mereka juga menamakan dirinya dengan “ahlu at-Tauhid”).
Dalam kesejarahannya, mu’tazilah didirikan oleh Washil bin ‘Atha’. Pendiri aliran ini memisahkan diri dari gurunya seorang tokoh tabi’in Hasan al-Bashri. Diceritakan pada suatu hari seperti biasa Hasan al-Bashri di masjid Basroh dalam pengajian menjelaskan setatus orang islam yang melakukan dosa besar. Hasan menjelaskan, orang tersebut tetap beriman kepada Allah dan Rosul-Nya meskipun tergolong mukmin yang durhaka. Jikalau ia tidak mau bertaubat maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka untuk sementara, kemudian dimasukkan surga bersama orang-orang mukmin lainnya. Washil menolak pendapat Hasan ini, ia menyatakan bahwa orang yang demikian itu bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tapi ia berada diantara dua posisi. Setelah itu Washil beserta temannya memisahkan diri dan membentuk halaqoh sendiri akan tetapi masih dalam lingkungan masjid Basroh. Dan ketika washil dan Amr keluar dari majlis, Hasan pun berkata,” I’tazala ‘anna”. Sejak itulah Washil beserta pengikutnya dinamakan mu’tazilah.
Mu’tazilah dikenal sebagai golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa aliran-aliran teologi lainnya. Mereka membangun pemahamannya berdasarkan akal atau rasio sehingga terkenaldengan “kaum rasionalis Islam”. Mu’tazilah merupakan aliran teologi yang lebih mengutamakan akal daripada wahyu. Tatkala menemukan kontradiktif antar akal dan wahyu, mu’tazilah lebih mendahulukan akal. Jadi Al-qur’an dan As-Sunnah harus ditakwil hingga sesuai dengan pemahaman akal. Berikut ini adalah beberapa pemikiran yang berasala dari mu’tazilah:
1. Baik buruk ditentukan oleh akal
Menurut mu’tazilah, sumber pengetahuan berasal dari akal manusia, termasuk pengetahuan tentang baik dan buruk. Oleh sebab itu bersyukur pada Allah wajib menurut akal sebelum diturunkannya wahyu. Sumber penetapan hukum agama adalah akal. Sesuatu yang menurut akal dianggap baik adalah kebaikan meskipun bertentangan dengan Al-qur’an dan As-sunnah, begitu pula sebaliknya.
2. Manusia menciptakan perbuatannya sendiri
Menurut mereka manusia mempunyai kebebasan berkehendak. Kebebasan untuk melakukan dan menciptakan sesuatu tanpa ada campur tangan dari Tuhan. Manusia meiliki hak untuk menentukan perbuatannya, baik atau jahat sesuai kehendaknya tanpa ada paksaan dari Tuhan dalam hal ini Tuhan tidak memiliki hak untuk mengatur perbuatan manusia. Tuhan hanya memerintahkan pada hamba-Nya untuk berbuat baik dan meninggalkan kejelekan.. manusialah yang menentukan nasib mereka.
3. Penghuni neraka tidak kekal
Umar bin al-Bahar, salah satu tokoh mu’tazilah berpendapat bahwa penghuni neraka tidak kekal didalam neraka. Tapi bersatu dalam neraka sehingga tidak merasakannya siksaan neraka. Penghuni neraka tidak dimasukkan dalam neraka, melainkan neraka yang menarik bagaikan magnet. Sebagian mereka berpendapat bahwa penghuni surga dan neraka tidak kekal. Setelah mereka mendapat ganjaran atau hukuman, kemudian mereka dilenyapkan. Surge dan neraka pun dilenyapkan. Pada akhirnya yang kekal hanyalah Allah SWT.


4. Menolak kemungkinan melihat dzat Allah di akhirat
Menurut mu’tazilah bila dzat Allah dapat dilihat berarti dzat-Nya sama dengan dzat yang lain, padahal dzat Allah tidak berada pada arah tertentu, tidak memliki tempat, tidak menempati ruang, tidak berebentuk, tidak menyerupai rupa, bukan berupa materi, tidak berubah dan tidak terpengaruh.

Dalam mu’tazilah terkenal konsep teologi yang mereka namakan al-Ushul al-Khomsah atau lima ajaran pokok.lima ajaran pokok ini merupakan pijakan dasar kaum mu’tazilah dalam berteologi. Adapun lima ajaran pokok tersebut sebagaimana berikut:
1. Tauhid
Menurut kaum mu’tazilah, tauhid tidak hanya diartikan Tuhan adalah dzat yang Maha Esa dan tidak ada sekutu baginya, namun Tuhan harus benar-benar disucikan dari hal-hal yang dapat mengurangi ke-Esaan-Nya. Tuhanlah satu-satunya yang Esa. Artinya tuhan tmemiliki sifat ma’ani dan sifat-sifat lainnya yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Mereka mentakwilkan sifat dengan nama-nama Allah. Than menurut mereka adalah yang Maha hidup, berkuasa, maha mengetahui, maha mendengar, maha melihat bukan karena seifatnya, melainkan dengan dzat-Nya sendiri.
2. Al-‘adl
Keadilan menurut konsep mu’tazilah ialah Tuhan tidak pernah berbuat buruk atau jahat kepada hamba-hamba-Nya. Segala sesuatu yang dilakukan oleh-Nya adalah baik. Tuhan hanya memerinahkan yang baik dan melarang segala hal yang buruk, maka hal itu disebabkan ketidak mampuan manusia itu sendirimengetahui hikmah-hikmah ketuhanannya. Dan Allah wajib berbuat baik kepada hamba-Nya, maksudnya Allah wajib memasukan orang yang baik ke surge dan orang njahat ke neraka.
3. Al-wa’du wal-Wa’id
Mu’tazilah berpendapat bahwa Allah wajib memenuhi dan tidak boleh melanggar janji-Nya. Menurut mereka hamba yang baik pasti mendapatkan pahala dan masuk surga, sebab Tuhan telah berjanji akan memberikan pahala kepada orang-orang yang berbuat baik. Tuhan tidak akan mengingkari janji-Nya. Dan berlaku pula dengan sebaliknya.
4. Al-Manzilah baina al-manzilataini
Ajaran inilah yang menjadi factor utama munculnya kaum Mu’tazilah. Washil bin ‘Atha’ menjelaskan bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar bukanlah kafir dan bukan pula muslim. Dalam ajaran mereka disebut dengan fasiq. Dan orang yang demikian ini , bila meninggal dunia sebelum bertaubat maka ia akan dimasukkan didalam neraka untuk selama-lamanya, namun tidak sama dengan neraka yang ditempati oleh orang kafir. Sehingga siksaannya lebih ringan daripada siksaannya orang kafir. Yaitu posisi di antara surga dan neraka.
5. Al-‘amru bil ma’ruf wa nahyu ‘anil mungkar
Ajaran amar ma’ruf nahi mungkar sebenarnya juga dimiliki oleh aliran-aliran lain. Akan tetapi mu’tazilah memiliki konsep yang khas yang terletak pada metode serta dalam tatanan pelaksanaanya. Menurut mu’tazilah ajaran ini boleh diterapkan dengan menggunakan kekerasan jika diperlukan, sehingga data menimbulkan kekerasan, kekacauan dan kedzaliman. Sejarah pernah mencatat kaum mu’tazilah pernah membantai ribuan ulama besar dalam “peristiwa Al-qur’an Makhluk”.

Dan pada tubuh kaum mu’tazilah pun terjadi perpecahan yang disebabkan karena mereka mempunyai pemikiran yang berbeda-beda sesuai dengan akal pikirannya. Oleh karena itu tidak ada satupun ajaran-ajaran teologi yang mereka sepakati. Dan para pakar sejarah hampir semua sepakat bahwa perbuatan manusia semuanya tidak ada yang dijadikan Tuhan. Sebagian mereka mengatakan bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh dirinya sendiri. Sebagian mengatakan tidak diciptakan melainkan tercipta dengan sendirinya dll.
Di penghujung abad pertama Hijriah muncul pula kaum Khawarij yang mengkafirkan orang muslim yang mengerjakan dosa besar, walaupun pada mulanya mereka adalah pengikut Ali bin Abi Thalib, akhirnya memisahkan diri karena tidak sepakat dengan keputusan Ali bin Abi Tholib yang menerima tahkim dengan pihak Mu’awiyah dalam perang siffin pada tahun 37H/648M. Pada masa dinasti Ummayah dengan gencar kaum khawarij menentang dan terkadang melakukan pemberontakan walaupun dapat digagalkan. Kaum khawarij pada saat itu menjadi satu kekuatan yang sangat membahayakan kekasaan bani Ummayah.
Perkembangan kaum khawarij pada awalnya hanyalah sebuah partai politik murni menjadi sebuah aliran teologi yang mencampur adukan urusan politik dengan akidah terjadi pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Pada prinsipnya teologi yang dikembangkan oleh khawarij dikelompokan menjadi dua, yakni persoalan khilafah dan keimanan. Persoalan politik merupakan doktrin sentral kaum Khawarij. Kaum khawarij mengatakan bahwa pemerintahan Abu Bakar dan Umar adalah pemerintahan yang sah, sebab mereka dipilih dan diangkat sebagi kholifah berdasarkan kesepakatan umat Islam. Mereka pun mengakui kekhalifahan Usman bin Affan, namun dianggap menyeleweng dan menyimpang dari norma pada masa pemerintahannya 6 tahun terakhir. Mereka pun mengakui kekhalifahan Ali, sebagaimana kekhalifaahan Usman, Ali pun dianggap menyeleweng dengan menerima tahkim.
Menurut mereka khalifah harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam, dan khalifah yang terpilih tidak boleh dijatuhkan dan dikudeta selama ia mampu berbuat adil dan tidak melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam. Pemerintah menurut mereka tidak harus berasal dari suku Quraish-Arab. Setiap Muslim berhak untuk mencalonkan diri sebagai kholifah, meskipun ia adalah budak. Dan pandangan seperti inilah yang memicu kaum khawarij untuk memberontak untuk menggulingkan kekuasaan bani Umayyah.
Untuk masalah keimanan, mereka mempunyai pandangan bahwa keimanan bahwa keimanan bukan hanya sekedar yakin dan percaya pada Allah dan Rosul-Nya, melainkan harus diwujudkan dengan amal perbuatan. Iman tidak hanya dalam hati, tapi harus disertai dengan amal perbuatan. Menurut mereka, amal perbuatan seperti sholat, puasa, zakat, haji dll merupakan bagian dari keimanan. Maka barang siapa yang tidak mengerakannya, maka ia adalah kafir, dan wajib dibunuh.
Kaum khawarij tidak dapat memelihara kesatuan akidah mereka. Hal ini disebabkan oleh asal-usul mereka yang berasala dari masyarakat badui yang memiliki karakter serta pola pikir yang keras, radikal, berani, serta fanatic dalam mempertahankan pendapat sehingga sangat rentan menimbulkan perpecahan, baik secara internal maupun eksternal.
Kaum kahwarij adalah kaum yang sungguh-sungguh dan senantiasa hanyut dalam beribadah. Dan mereka adalah orang yang sangat teguh menjaga kemurnian akidahnya, mereka rela berperang demi menjaga kemurnian akidah. Mereka pun dikenal sebagai kaum yang berani dan gigih.
Kebalikan dari kaum khawarij adalah kaum syi’ah, kelompok yang tetap memihak kepada Ali. Golngan ini mempunyai keyakinan bahwa Ali bin Abi Tholib adalah satu-satunya sahabat yang paling berhak menjadi khalifah, karena Nabi Muhammad pernah berwasiat bahwa pengganti beliau setelah wafat adalah Ali. Kaum syi’ah mengaku mencintai ahlul bait dan menyatakan terlepas dari Abu Bakar, Umar dan Usman.
Mayoritas sejarawan sependapat bahwa Abdullah bin Saba’ adalah pendeta Yahudi yang masuk Islam dengan tujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam. Ia membangun gerakan untuk menggulingkan kekhalifahan Usman dengan memanfaatkan kekisruhan politik yang sedang terjadi. Untuk mewujudkan misinya itu ia menggunakan figure Ali sebagai alat untuk menebar fitnah di kalangan umat muslim. Ia melacarkan propaganda dengan melebih-lebihkan dan mengagung-agungkan Ali. Ia juga merendahkan kholifah terdahulu. Usaha Abdulah bin Saba’ tersebut mendapatkan perhatian yang besar, terutama dari kota-kota besar seperti Mekah, Madinah, Basroh dll.
Ia mengajarkan bahwa Ali Berhak menjadi Khalifah karena mendapatkan wasiat dari nabi Muahammad. Dan untuk selanjutnya imam diangkat berdasarkan wasiat dari imam sebelumnya. Dan ia pun mengajarkan bahwa Ali bin Abi Tholib tidak meninggal dibunuh, melainkan diangkat oleh Allah sebagaimana Nabi Isa, dan Ali bin abi Tholib akan kembali ke dunia untuk menyebarkan agama baru. dan Abdullah bin Saba’ mendustakan akan kembalinya nabi Isa kelak. Abdullah bin Saba’ berpendapat bahwa dalam diri Ali terdapat sifat keuluhiyahan yang bersatu padu dalam tubuhnya, hingga ia menghilangkan sifat kemanusiaan dalam diri Ali.
Dalam doktrinnya, umat syiah berpendapat bahwa imamah tidak dapat dilahirkan dari musyawarah seperti khalifah dalam Islam. Imamah harus berdasarkan keturunan dari nabi Muhammad. Kaum syi’ah pun berpendapat bahwa mereka mangakui akan adanya imam mahdi dan kebangkitannya menjelang hari kiamat. Mereka meyakini bahwa imam Mahdi pernah terlahir didunia dari keturunan nabi Muhammad. Namun ia bersembunyi hingga sekarang dan akan muncul menjelang hari kiamat. Selain al-Mahdi mereka berasumsi bahwa semua imam-imam mereka dan orang-orang yang memusuhinya pasca datangnya al-mahdi akan dibangkitkan kembali dari kematian. Mereka akan berhadap-hadapan dalam pertempuran. Dan imam mereka akan mebunuh Abu Bakar, Umar, Usman, Mua’awiyah dan para sahabat Rosul yang lainnya. Dan dalam pertempuran itu dipimpn langsung oleh Ali bin Abi Tholib.
Umat syiah meyakini bahwa Allah berhak mengubah kehendaknya sejalan dengan perubahan Ilmunya, serta dapat memerintahkan sesuatu perbuatan, lalu memerintahkan sebaliknya (Bada’). Dan mereka juga meyakini taqiyyah, yakni mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan keyakinan sendiri untuk menyelamatkan diri dari orang-orang yang tidak sepaham dalam akidah dan pemikiran. Tak ubahnya taqiyyah ini dijadikan tameng oleh kaum syi’ah untuk menyelamatkan diri.


E. Perkembangan Ilmu Tauhid Di Masa Daulah Abbasyiah.
Masa ini merupakan zaman keemasan dan kecemerlangan Islam, ketika terjadi hubungan pergaulan dengan suku-suku di luar arab yang mempercepat berkembangnya ilmu pengetahuan. Usaha terkenal masa tersebut adalah penterjemahan besar-besaran segala buku Filsafat dari yunani.
Para khalifah menggunakan keahlian orang Yahudi, Persia dan Kristen sebagai juru terjemah kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa mereka ke dalam bahasa arab, para penerjemah ini berusaha mengembangkan pendapat-pendapat yang berpautan dengan agama.pengembanganya dalam masyarakat muslimin, mereka menyembunyikan maksud buruk mereka dengan berpakaian islam. Mereka menggunakan falsafah untuk kepentingan mereka. Inilah yang melatarbelakangi timbulnya aliran-aliran yang tidak dikehendaki Islam.
Dari sejak masuknya kebudayaan asing itu, lahirlah perbedaan-perbedaan pendapat dalam Ilmu Tauhid. Dimasa itu pulalah timbul golongan-golongan seperti; Jahamiyah, Karamiyah, Khawarij, dan Mu’tazilah. Golongan-golongan ini senantiasa berdebat tunduk menundukan dan kafir mengkafirkan.
Golongan mu’tazilah tidak dapat mempertahankan agama tanpa mempergunakan falsafah yunani. Dan tanpa mengetahui pendapat-pendapat golongan yang lain dari mereka untuk menentang golongan-golongan yang tidak sepaham itu dengan memepergunakan senjata mereka sendiri. Mulai dari masa ini berwujudlah gerakan mempergunakan falsafah untuk menetapkan akidah-akidah islamiyah dan ilmu kalam bewarna baru yangt tidak ada di masa Rosul, Shohabat, dan mulailah ilmu kalam dituang dalam tulisan.
Dalam masa ini muncul polimik-polimik menyerang paham yang dianggap bertentangan. Misalnya dilakukan oleh ‘Amar bin Ubaid al-Mu’tazili dengan bukunya “Ar-Raddu ‘ala al-Qadariyah” untuk menolak paham Qadariyah. Hisyam bin al-Hakam As-Syafi’i dengan bukunya “al-Imamah, al-Qadar, al-Raddu ‘ala Az-Zanadiqah” untuk menolak paham Mu’tazilah. Abu Hanifah dengan bukunya “al-Amin wa al-Muta’allim” dan “Fiqhu al-Akbar” untuk mempertahankan aqidah Ahlussunnah.
Dengan mendasari diri pada paham pendiri Mu’tazilah Washil bin Atha’, golongan Mu’tazilah mengembangkan pemahamannya dengan kecerdasan berpikir dan memberi argumen. Sehingga pada masa khalifah al-Makmun, al-Mu’tasim dan al-Wasiq, paham mereka menjadi mazhab negara, setelah bertahun-tahun tertindas di bawah Daulah Umayyah. golongan Mu’tazilah memperoleh kedudukan yang baik dalam kalangan bani Abbas, tidak lagi permusuhan seperti yang mereka peroleh dari bani umayyah.
Semua golongan yang tidak menerima Mu’tazilah ditindas, sehingga masyarakat bersifat apatis kepada mereka. Saat itulah muncul Abu Hasan al-‘Asy’ary, salah seorang murid tokoh Mu’tazilah al-Jubba’i menentang pendapat gurunya dan membela aliran Ahlussunnah wal Jama’ah. Dia berpandangan “jalan tengah” antara pendapat Salaf dan penentangnya. Abu Hasan menggunakan dalil naqli dan aqli dalam menentang Mu’tazilah. Usaha ini mendapat dukungan dari Abu al-Mansur al-Maturidy, al-Baqillani, Isfaraini, Imam haramain al-Juaini, Imam al-Ghazali dan Ar-Razi yang datang sesudahnya.
Usaha para mutakallimin khususnya al-Asy’ary dikritik oleh Ibnu Rusydi melalui bukunya “Fushush al-Maqal fii ma baina al-Hikmah wa asy-syarizati min al-Ittishal” dan “al-Kasyfu an Manahiji al-Adillah”. Beliau mengatakan bahwa para mutakallimin mengambil dalil dan muqaddimah palsu yang diambil dari Mu’tazilah berdasarkan filsafat, tidak mampu diserap oleh akal orang awam. Sudah barang tentu tidak mencapai sasaran dan jauh bergeser dari garis al-Quran. Yang benar adalah mempertemukan antara syariat dan filsafat.
Dalam mengambil dalil terhadap aqidah Islam jangan terlalu menggunakan filsafat karena jalan yang diterangkan oleh al-Quran sudah cukup jelas dan sangat sesuai dengan fitrah manusia. Disnilah letaknya agama Islam itu memperlihatkan kemudahan. Dengan dimasukkan filsafat malah tambah sukar dan membingungkan.
Dikala pemerintahan khalifah Al Ma’mun terjadi perdebatan-perdebatan yang memuncak dan hangat diantara ulama-ulama kalam, karena Al Ma’mun membuka kesempatan yang luas bagi tokoh-tokoh Mu’tazilah. Al Ma’mun mungkin menyukai diskusi-diskusi yang terjadi diantara ulama-ulama kalam atau memang bermaksud supaya denag jalan-jalan diskusi itu dapat diperoleh suatu pendapat yang dapat dianut oleh semua orang.
Akan tetapi perdebatan tentang adanya sifat bagi Allah berhenti pada saat lahir partai-partai Musyabbihah, yaitu dengan lahirnya Muhammad Ibnu Karram, pemimpin golongan Karamiyah yang menetapkan adanya sifat bagi Allah dan menyamakan sifat-sifat Allah itu dengan sifat-sifat makhluk, dan berkumandang pula pendirian Mu’tazilah tentang kemakhlukan Al Qur’an. Dalam peristiwa ini banyaklah orang dibunuh dan disiksa.
Al Ma’mun menganut pendapat Mu’tazilah dan memaksa masyarakat menganut pendapat itu, karenanya Al Ma’mun menyiksa orang-orang yang tidak mau menerima pendapat itu.
Tindakan Al Ma’mun membantu Mu’tazilah dengan kekerasan menyebabkan masyarakat menjauhkan diri dari orang-orang Mu’tazilah. Oleh karena masyarakat ramai tidak menampung pendapat-pendapat Mu’tazilah, maka pengaruh mereka kian hari kian lemah. Kemunduran pun terus berjalan sampai khalifah Al Ma’mun wafat
Setelah beliau wafat, dibawah khalifah-khalifah penggantinya mulai timbul kembali aliran-aliran yang dahulunya tertekan dan tak berpengaruh. Mu’tazilah tidak mendapatkan perlindungan dan pembelaan lagi, bahkan mengalami serangan-serangan dan kemunduran.
Dalam keadaan seperti itu, lahirlah Abul Hasan Al Asy’ari, beliau adalah murid dari Abu Ali Muhammad Ibn Abdul Wahab Al Jubbai Al Mu’tazilah. Abu Hasan membantah gurunya dan membela mazhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Abu Hasan menempuh jalan tengah antara mazhab salaf dan mazhab penetangnya. Beliau mengumpulkan antara dalil-dalil aqli dan dalil-dalil naqli bagi pendapat-pendapatnya dalam menolak paham Mu’tazilah.
Pengikut-pengikut Asy’ari meneruskan teori-teori yang telah digariskan oleh Asy’ari yaitu mengumpulkan antara dalil-dalil aqli dan dalil-dalil naqli. Seketika itu pengikut-pengikut Al Asy’ari memandang pula bahwa dalil-dalil yang dibuat untuk muqoddimah-muqoddimah aqliyah, seperti teori jauhar dan arodl, merupakan bagian dari iman. Karenanya mereka berpendapat bahwa batalnya dalil berarti batalnya mad-lul.
Inilah jalan yang ditempuh mutaqoddimin Asy’ariyah, seperti Abu Bakar Al Baqillani, Al Isfarayisi, dan Imamul Haramain Al Juwaini.
Kemudian datanglah kelompok pengikut Asy’ari yang mendalami ilmu mantiqm lalu menetapkan bahwa batalnya dalil belum tentu batalnya mad-lul, karena mad-lul itu mungkin ditetapkan dengan dalil-dalil yang lain.
Itulah jaln yang ditempuh ulama mutaakhirin. Diantara yang menempuh jalan ini ialah Al Ghazali dan Ar Rozi.

F. Perkembangan Ilmu Tauhid sesudah Daulah Abbasyiah dan masa modern
Sesudah berlalu masa bani abbas datanglah pengikut asy’ari yang terlalu jauh menceburkan dirinya kedalam falsafah dan mencampurkan semuanya itu dengan kalam sebagaimana yang dilakukan oleh Al Baidlowi dalam kitabnya Ath-Thowali dan ‘Abduddin Al-lejy dalam kitab Al mawaqif
Madzhab Al Asy’ari berkembang pesat merata ke pelosok hingga tak ada lagi madzhab yang menyalahinya selain dari pada madzhab hambaliyah yang tetap bertahan dalam madzhab salaf, yaitu beriman sebagaimana yang tersebut dalam Al Qur’an Al Hadits tanpa menta’wilkan ayat-ayat atau hadits-hadits itu.
Pada permulaan abad ke 8 hijrah di Damaskus seorang ulama besar yaitu Taqiyudin ibnu Taimiyah menentang urusan berlebih-lebihan dari pihak- pihak yang menyampur baurkan falsafah dengan kalam atau menentang usaha-usaha yang memasukan prinsip-prinsip falsafah kedalam ‘aqidah islamiyah.
Ibnu Taimiyah membela madzhab salaf (shahabat, tabi’in dan imam-imam mujtahidin) dan membantah pendirian-pendirian golongan-golongan Al Asy’ari dan lain-lain, baik dari golongan Rafidlah, maupun dari golongan sufiyah maka karenanya masyarakat islam pada masa itu menjadi dua golongan yaitu pro dan kontra, ada yang menerima pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah dengan sejujur hati, karena itulah ulama-ulama salaf dan ada pula yang mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah itu adalah orang yang sesat.
Jalan yang ditempuh oleh Ibnu Taimiyah ini kemudian dilanjutkan oleh seorang muridnya yang terkemuka yaitu: Ibnu Qoyyimil Jauziyah. nah setelah masa ini berlalu, tumpullah kemauan, lenyaplah daya kreatif untuk mempelajari Ilmu Kalam dengan seksama dan tinggalah penulis-peniulis yang hanya memperkatakan ma’na-ma’na lafadz dan ibarat-ibarat dari kitab-kitab peninggalan lama. Sesudah itu pembahasan Ilmu Tauhid terhenti.
Hilang gairah kaum muslimin untuk mempelajari dan mengembangkannya, kecuali hanya membaca kitab-kitab yang sudah ada saja. Kefakuman ini cukup lama, barulah berakhir dengan munculnya Sayid jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Sayid Rasyid Ridha di Mesir. Inilah gerakan ini disebut gerakan Salafiyah.
Usaha-usaha beliau-beliau inilah yang telah membangun kembali ilmu-ilmu agama dan timbullah jiwa baru yang cenderung kepada mempelajari kitab-kitab Ibnu Taimiyah dan muridnya.
Setelah masa Ibnu Taimiyah, muncul pergerakan yang mengatas namakan gerakan salaifiyah wahaby yang diprakarsai oleh Muhammad bin Abd Wahhab. Persoalan yang diangkat oleh gerakan ini tidak jauh beda dengan para pendahulunya, yakni masih seputar kembali pada Al-qur’an dan Sunnah, pemurnian akidah dengan pemberantasan syirik dan segala bentuk bid’ah dan khurofat. Kaum wahabi menganggap segala pembantaian dan kekejaman terhadap kaum muslim yang dilakukan untuk merebut wilayah Hijaz dari kerajaan Turky Usmani adalah dalam rangka jihad memerangi orang musyrik. Menurut wahabi orang Islam yang bid’ah, khurofat dsb adalah musyrik. Jadi ia bukan memerangi umat Islam, melainkan orang musyrik. Dengan demikian segala perampasan yang mereka lakukan adalah halal, karena merupakan ghonimah atau harta rampasan perang. Dan mereka pun menghancurkan makam-makam wali serta para sahabat dengan alasan akan kekhawatiran umat islam menyembahnya.
Gerakan syalafiyah modern yang diprakarsai oleh Ibn Aziz Ibn Abdullah Ibn Baz meneruskan perjuangan al-wahabiyah. Mereka melakukan taklid mutlak terhadap Ibn Al-Wahab dan Ibn Taimiyah. Tujuannya pun hampir serupa dengan gerakan Wahabi dan menolak segala bentuk pemikiran kaum barat. Mereka menyatakan bahwa golongan ahlul sunnah wal jama’ah memisahkan diri dari Jama’ah Islamiyah.
Adapun gerakan salafiyah ini mengajarkan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan menolak taklid pada ulam-ulama madzhab. Mereka pun juga menolak peranan akal dalam akidah dan menolak takwil ayat-ayat Al-qur’an yang musytabihaat. Hal tersebut dilakukan untuk memurnikan tauhid dari syirik. Mereka beranggapan bahwa kemurnian tauhid telah dirusak oleh kebiasaan-kebiasaan yang timbul di bawah pengaruh tarekat-tarekat. Dalam masalah syirik Ibn al-Wahhab mengklasifikasikan menjadi syirik akbar dan syirik asghor. Syirik akbar yaitu bila seorang hamba mengarahkan ibadahnya kepada selain Allah dan orang yang melakukan syirik ini dianggap keluar dari agama Islam (kafir). Sedangkan syirik soghir bilamana seseorang melaksanakan perbuatan yang menjadi perantara menuju syirik akbar. Misalnya terlalu berllebih-lebihan dalam menyanjung Nabi SAW.
Isu pembaharuan barat atau modernisasi mempengaruhi pemikiran umat muslim untuk menginstropeksi kemunduran yang telah menimpa dirinya. Dalam penanggulangannya muncullah pemikiran-pemikiran Islam liberal yang mengiblatkan pemikirannya kepada barat yang mana kehidupan beragama di barat mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran keagamaannya dengan ilmu pengetahuan dan filsafat modern yang terbukti mampu mngangkat derajat orang barat.
Islam liberal berpendapat bahwa Al-Qur’an dan As-sunah harus dipahami melalui pendekatan rasional dan liberal, agar Islam selalu sesuai dengan perubahan zaman. Pemikiran ini diangkat oleh Sir Sayid Ahmad Khan yang membujuk kaum mslim agar mau diajak untuk bekerjasama dengan inggris untuk kemerdekaan India.
Adapun gerakan Islam liberal ini mempunyai misi untuk membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam, mengutamakan semangat religio-etik, mempercayai kebenaran yang relative, memihak pada minoritas yang tertindas, meyakini kebebasan agama serta memisahkan otoritas duniawi dan ukhrowi (sekuler).

































BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ketauhidan telah muncul sejak diciptanya Adam AS oleh Allah SWT. Adam diperintahkan untuk mengajarkan Tauhid kepada anak cucunya. Akan tetapi semenjak nabi Adam wafat, mulai terjadilah penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh bani Adam ini, sehingga Allah mengutus nabi Nuh AS sebagai Nabi dan nenek moyang ke-2 bagi umat manusia.
Begitulah watak manusia, makin lama makin mengendur ketauhidannya. Allah mengutus para Rosul-Nya untuk memberi peringatan agar umat manusia kembali ke jalan-Nya yang lurus hingga nabi terahir, yaitu nabi Muhammad.
Pada zaman nabi Muhammad adalah masa penyusunan peraturan-peraturan, penetapan pokok-pokok akidah dan penyatuan umat Islam serta masa untuk mebangun kedaulatan Islam. Pada masa ini orang-orang Islam langsung tertuju kepada Rosulullah SAW untuk mengetahui dasar-dasar agama dan hukum-hukum syariah. Disamping itu mereka juga disinari oleh nur wahyu dan petunjuk-petunjuk Al-qur’an.
Setelah Rosulullah SAW wafat, kepemimpinan diambil oleh Khulafaurrosyidin. Dalam masa kedua Kholifah pertama, yakni Abu bakar dan Umar, penetapan pokok-pokok akidah masih seperti kala Rosulullah SAW. Di masa Usman dan Ali timbullah beberapa golongan dan partai yang diakibatkan akan terjadinya kekacauan politik yang kemudian masing-masing dari mereka berusaha mempertahankan pendiriannya dan terbukalah pintu takwil bagi nash-nash Alqur’an dan hadist, juga terjadi pembuatan periwayatan-periwayatan palsu. Oleh sebab itu pembahasan mengenai akidah mulai subur dan berkembang selangkah demi selangkah dan kian hari kian membesar dan meluas.
Pada masa dinasti Umayyah dan Abasiyah kian berkembang dengan subur aliran-aliran teologi Islam. Banyak bermunculan aliran-aliran dengan ideolgi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena masalah politik serta keadaan sosial yang terjadi dikalangan umat Islam.
Pada masa keruntuhan dinasti Abasiyah pintu ijtihad seakan-akan tertutup. Mereka melakukan taklid buta tanpa adanya proses dialektika. Muncullah gerakan wahabi yang bertujuan untuk mengembalikan ajaran umat Islam kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, akan tetapi komunitas ini mendapat perlawanan dari pihak-pihak intelektual muslim yang menjunjung ajaran Islam liberal, agar umat muslim dapat berkembang dan maju dengan cara menyesuaikan hukum Islam dengan keadaan atau perkembangan hidup.




DAFTAR PUSTAKA

 Tim Karya Ilmiah. 2008. Aliran-Aliran Teologi Islam. Kediri: KAISAR\
 Dr. Badri Yatim, M.A, 2007. Sejarah Peradaban Islam “Dirasah Islamiyah”. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada
 Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M. Ag.1999. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group
 Nasution, Harun 1982. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta.
 Drs. H. M. Yusran Asmuni. cet ke-1 1993. Ilmu Tauhid. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
 Teungku Muhammad Hasby Ash Shiddieqy. cet ke-1 1999. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid dan Kalam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra
 Prof. K. H. M. Thaib Thahrir Abdul Mu’min. cet ke-1 1966. Ilmu Kalam. Jakarta: PT Bumesartu

PERUBAHAN SOSIAL

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap masyarakat manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan baik kearah yang positive maupun negative, perubahan yang tidak mencolok maupun perubahan memiiki pengaruh yang sempit maupun luas, dan perubahan yang cepat maupun lambat. Dan prubahan-perubahan tersebut dapat ditemukan dengan cara meneliti suatu susunan dan kehidupan suatu masyarakat ada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau.
Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan masyarakatan, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dll. Dan perubahan-perubahan tersebut tidak semata-mata berarti suatu kemajuan namun dapat pula berarti kemunduran dari bidang-bidang kehidupan tertentu bahkan kehancuran.
Perubahan-perubahan yang terjadi dewasa ini merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya dapat menjalar dengan cepat kebagian-bagian wilayah maupun Negara lain berkat adanya sarana komunikasi yang terus semakin berkembang dan modern. Dan perubahan dalam masyarakat telah ada sejak zaman terdahulu. Akan tetpi berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan sekarang. Sekarang ini perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepat sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya, yang sering berjalan dengan konstan. Ia memang terikat oleh waktu dan tempat. Akan tetapi, karena sifatnya yang berantai, prubahan terlihat berlangsung terus, walau diselingi keadaan dimana masyarakat mengadakan reorganisasi unsure-unsur struktur masyarakat yang terkena perubahan. Sesuatu hal terjadi tidak secara tiba-tiba, melainkan merupakan kesinambungan dari kejadian-kejadian yang mendahuluinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi perubahan sosial?
2. Bagaimana factor-faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi terjadinya perubahan sosial?
3. Bagaimanakah pola dan teori perubahan sosial?
C. Tujuan
1. Untuk memahami apa itu perubahan sosial dan factor apa yang menyebabkan dan mempengaruhi perubahan sosial serta aspek-aspeknya.
2. Untuk memahami pola-pola terjadinya perubahan sosial
3. Untuk memahami teori-teori perubahan sosial
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Perubahan Sosial
Kebanyakan difinisi membicarakan perubahan dalam arti yang sangat luas. Untuk itu perlu adanya pembatasan dan ruang lingkup perubahan sosial supaya tidak menimbulkan kekaburan sebagai mana diungkapkan oleh William F. Ogburn.

Adapun definisi perubahan sosial menurut para ahli sebagaiman berikut:
Kingsley Davis, perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. (Human Society)
Maclver, perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial. (Society, an Introductory Analysis )
Samuel Koening, perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi gegrafis, kebudayaan materil, komposisi penduduk, ideology, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemun baru dalam masyarakat. Secara singkatnya perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia yang terjadi karena sebab-sebab intern maupun ekstern. (Mand and Society)
Selo soemarjan, perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk di dalam nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di dalam kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Dari definisi yang dikemukakan para ahli dapatlah ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba mencakup, yang menunjuk pada perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia, mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia. Perubahan sikap sama pentingnya dan sama logisnya dengan perubahan institusional, yang perlu diperhatikan adalah perubahan penting pada tingkat tertentu tapi tidak harus penting pada tingkat yang lain. Perubahan sikap mungkin mencerminkan perubahan hubungan antar individu, antar organisasi atau antar instansi, tetapi mungkin pula tidak.

B. Teori-teori Perubahan Sosial
Para ahli filsafat, ahli sosial, maupun ahli ekonomi telah mencoba merumuskan prinsip-prinsip dasar peubahan sosial. Dan mereka berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan sosial merupakan gejala wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia. Perubahan sosial terjadi karena perubahan usur-unsur (kondisi-kondisi sosial primer) yang mempertahankan keseimbangan masyarakat dan bersifat periodic maupun non periodic.
Perkembangan masyarakat seringkali dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan Augus Comte. Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat.
Pemikiran Spencer sangat dipengaruhi oleh ahli biologi pencetus ide evolusi sebagai proses seleksi alam, Charles Darwin, dengan menunjukkan bahwa perubahan sosial juga adalah proses seleksi. Masyarakat berkembang dengan paradigma Darwinian: ada proses seleksi di dalam masyarakat kita atas individu-individunya. Spencer menganalogikan masyarakat sebagai layaknya perkembangan mahkluk hidup. Manusia dan masyarakat termasuk didalamnya kebudayaan mengalami perkembangan secara bertahap. Mula-mula berasal dari bentuk yang sederhana kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih kompleks menuju tahap akhir yang sempurna.
Seperti halnya Spencer, pemikiran Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam. Pemikiran Comte yang dikenal dengan aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat harus menjalani berbagai tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan dengan pola pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru akan diawali dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran yang berdifat progresif. Sebagaimana Spencer yang menggunakan analogi perkembangan mahkluk hidup, Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian kerja, masyarakat akan menjadi semakin kompleks, terdeferiansi dan terspesialisasi.
Berbeda dengan Spencer dan Comte yang menggunakan konsepsi optimisme, Oswald Spengler cenderung ke arah pesimisme. Menurut Spengler, kehidupan manusia pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah berakhir dengan pasang surut. seperti halnya kehidupan organisme yang mempunyai suatu siklus mulai dari kelahiran, masa anak-anak, dewasa, masa tua dan kematian. Perkembangan pada masyarakat merupakan siklus yang terus akan berulang dan tidak berarti kumulatif.
Teori-teori terus berkembang dengan pesatnya. Talcott Parsons melahirkan teori fungsional tentang perubahan. Seperti para pendahulunya, Parsons juga menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada mahkluk hidup. Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan.
Bahasan tentang struktural fungsional Parsons ini akan diawali dengan empat fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsu adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Parsons menyampaikan empat fungsi yang harus dimiliki oleh sebuah sistem agar mampu bertahan, yaitu :
1. Adaptasi, sebuah sistem hatus mampu menanggulangu situasi eksternal yang gawat. Sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2. Pencapaian, sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan antara ketiga fungsi penting lainnya.
4. Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Francesca Cancian memberikan sumbangan pemikiran bahwa sistem sosial merupakan sebuah model dengan persamaan tertentu. Analogi yang dikembangkan didasarkan pula oleh ilmu alam, sesuatu yang sama dengan para pendahulunya. Model ini mempunyai beberapa variabel yang membentuk sebuah fungsi. Penggunaan model sederhana ini tidak akan mampu memprediksi perubahan atau keseimbangan yang akan terjadi, kecuali kita dapat mengetahui sebagaian variabel pada masa depan. Dalam sebuah sistem yang deterministik, seperti yang disampaikan oleh Nagel, keadaan dari sebuah sistem pada suatu waktu tertentu merupakan fungsi dari keadaan tersebut beberapa waktu lampau.
Teori struktural fungsional mengansumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Fokus utama dari berbagai pemikir teori fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan kegiatan yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat beberapa bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian, antara lain ; faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja dan nilai atau norma yang berlaku.
Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-tekanan kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus untuk mewujudkan keseimbangan baru. Variabel yang menjadi perhatian teori ini adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial.
Menurut teori modernisasi bahwa Negara-negara terbelakang akan menempuh jalan sama dengan Negara industri maju dibarat, sehingga kemudian akan menjadi Negara berkembang pula melalui proses modernisasi. Teori ini beranggapan bahwa masyarakat yang belum berkembang perlu mengatasi berbagi kekurangan dan masalahnya sehingga dapat mencapai tahap “tinggal landas” kea rah perkembangan ekonomi. Menurut Etzioni-Halevy dan Etzioni Trasnsisi dari keadaan tradisional menuju modernitas melibatkan revolusi demografi.
Menurut teori ketergantungan yang didasarkan pada pengalaman negra-negara amerika latin, perkembangan dunia tidak merata. Negara-negara industry menduduki posisi dominan sedangkan Negara-negara dunia ke-3 secara ekonomis tergantung padanya. Perkembangan Negara industry dan Negara dunia ketiga ,menurut teori ini berjalan bersamaa: dikala Negara-negara industry mengalami perkembangan , maka Negara-negara dunia ke-3 yang mengalami kolonialisme dan neo kolonialisme akan semakin terbelakang.
Menurut Immanuel Wallesrtein pada teorinya perekonomian kapitalis dunia kini tersusun atas 3 jenjang: Negara inti, Negara semi pariferi, dan Negara pariferi. Negara inti adalah Negara yang mendominasi sedangakn Negara semi pariferi merupakan Negara yang mengadakan hubungan dengan Negara inti, dan Negara pariferi merupakan Negara yang terbelakang dan dimanfaatkan oleh Negara-negara inti.

C. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan
1. Factor internal:
a. Bertambah atau berkurangnya penduduk
Pertambahan penduduk pada suatu tempat akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, misalnya lembaga kemasyarakatannya sebagaiman yang terjadi di pulau jawa. Dan berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk dari suatu tempat ketempat lain atau kematian. Dan kedua hal itu sangat berpengaruh akan terjadinya perubahan penduduk.

b. Penemuan-penemuan baru
Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar yang berlangsung dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama akan menghasilkan suatu penemuan-penemuan baru (innovation). Dan penemuan-penemuan tersebut mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan.
Dalam innovation terdapat tahapan. Tahap pertama adalah discovery, penemuan unsur kebudayaan baru baik berupa alat maupun berupa gagasan yang diciptakan oleh seseorang individu maupun serangkaian ciptaan para individu. Dan tahap yang kedua adalah invention. Discovery akan menjadi invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima, atau menerapkan penemuan baru tersebut. Dan seringkali proses tersebut membutuhkan suatu rangkaian pencipta-pencipta. Misalnya penemuan bolam lampu merujuk pada penemuan listrik dan seterusnya. Dan penemuan-penemuan baru tersebut akan mempengaruhi kehidupan manusia baik penemuan berbentuk gagasan maupun benda.

c. Pertentangan (conflict) mayarakat
Pertentangan atau konflik mungkin pula menjadi sebab perubahan sosial. Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antar individu, antar kelompok maupun antara individu dan kelompok. Dan pada umumnya manusia hidup secara kelompok atau kolektif, dan tidak bisa dipungkiri akan adanya kepentingan dalam individu maupun kelompok tertenu yang dapat menimbulkan pertentangan yang menyebabkan perubahan-perubahan sosial.

d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi

2. Factor eksternal:
a. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia
Terjadinya bencana alam mungkin yang mendiami daerah-daerah tersebut akan terpaksa mengungsi dan terjadi guncangan mental yang menyebabkan tarauma. Dan masyarakat yang mengalami hal tersebut harus menyesuaikan diri dengan keadaan mereka yang baru. dan kemungkinan hal tersebut akan terjadi perubahan-perubahan dalam sector lembaga-lembaga kemasyarakatannya.
b. Peperangan
Perperangan antar Negara maupun antar suku dll dapat pula menyebabkan peubahan-perubahan dikarenakan biasana yang menang akan mempunyai kekuasaan yang memegang hak-hak yang kalah dengan berbagai kebijakannya.
c. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
Hubungan antar fisik maupun non fisik antara masyarakat data menimbulkan pengaruh timbal balik. Artinya masing-masing dapat mepengaruhi antar satu sama lain.
Akan tetapi jikalau pengaruh tersebut dipakasakan dari yang satu ke lainnya tanpa adanya kesmpatan memberikan pengaruh timbal balik akan menghasilkan demonstration effect. Dan tidak semua pertemuan saling memberikan timbala balik. Kadang kala pertemuan dua kebudayaan yang seimbang akan saling menolak (cultural animosity). Dan apabila salah satu kebudayaan memilikitaraf tekhnologi lebih tinggi akan timbul proses imitasi (peniruan terhadap unsure-unsur kebudayaan lain).

D. Factor-faktor yang Mempengaruhi Jalannya Perubahan
1. Factor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan
a. Kontak dengan kebudayaan lain
Kontak ini diawali dengan terjadinya difusion (proses penyebaran unsure-unsur dari individu kepada individu lain) yang man dari proses tersebut manusia mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan dan disebar luaskan sehingga umat manusia dapat menikmati kegunaannya.
b. System pendidikan formal yang maju
Pendidikan merupakan sumber nilai-nilai tertentu yang dapat membuka pikran manusia serta menerima hal-hal baru dan berpikir secara ilmiah. Sehingga manusia kan dapat berpikir secara objektiv, berpikir dan menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan zaman atau tidak.
c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju
Sikap tersebut akan mendorong manusia untuk terus berkaraya dan menemukan hal-hal yang baru.
d. Toleransi terhadap hal-hal yang menyimpang (deviation).
e. System terbuka lapisan masyarakat (open stratifvication)
System terbuka memungkinkan adanya ruang gerak secara vertical yang luas dalam artian para individu diberi kesempatan untuk maju atas dasar kemampuannya sendiri.

f. Penduduk yang heterogen
g. Ketidak puasan masyarakat pada bidang-bidang tertentu
h. Nilai bahwa masyarakat harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.

2. Factor-faktor yang menghalangi terjadinya perubahan
a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
Kehidupan terasing akan menghambat masyarakat untuk mengetahui perkembangan-perkembangan yang terjadi lain yang mungkin akan membawa masyarakat tersebut untuk lebih maju.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat
c. Sikap masyarakat yang tradisional
Sikap fanatic atau mengagungkan tradisi dan masa lampau menutup dirinya dari perubahan-perubahan atau hal-hal baru akan menghambat lajunya perkembangan masyarakat tersebut, terlebih lagi jika dijajah oleh kaum konservativ.
d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat (vested interest)
e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan
f. Prasangka pada hal-hal baru (tertutup)
g. Hambatan yang bersifat ideologis
Terkadang perubahan atau hal-hal baru akan bertentangan dengan pemahaman ideologis masyarakat tertentu dan memungkinkan mereka untuk menolaknya.
h. Adat atau kebiasaan
i. Nila bahwa hakikat hidup ini adalah buruk dan tidak dapat diperbaiki lagi

E. Pola Perubahan Sosial
1. Perubahan lambat dan perubahan cepat
Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat (evolusi) terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan serta kondisi yang baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.


Teori-teori evolusi:
a. Unilinear theories of evolution
Manusia dan masyarakat mengalami pekembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, bermula dari bentuk yang sederhana kemudian bentuk yang kompleks sampai pada tahap yang sempurna.
b. Universal theory of evolution
Perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu.
c. Multilined theory of evolution
Teori ini lebih menekankan pada penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat.
Sementara itu perubahan-perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat dan menyangkut dasar-dasar pokok kehidupan masyarakat dinamakan revolusi. Dan revolusi dapat terjadi dengan perencanaan terlebih dahulu maupun tidak.
Syarat terjadinya revolusi sebagaimana berikut:
a. Adanya keinginan umum untuk mengadakan sesuatu perubahan.
b. Adanya seeorang pemimpin.
c. Adanya seorang pemimpin yang dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian dirumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan.
d. Pemimpin tersebut harus dapat menunjukan suatu tujuan pada masyrakat.
e. Harus ada momentum.

2. Perubahan kecil dan perubahan besar
Perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsure-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti pada masyarakat. Misalnya perubahan mode pakaian. Sebaliknya perubahan besar adalah perubahan-perubahan yang terjadi yang mebawa pengaruh besar pada masyarakat. Misalnya revolusi industry.

3. Perubahan yang dikehendaki (intended-change) atau perubahan yang direncanakan (planed-change) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unintended-change) atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned-change)
Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang mengnginkan perubahan di dalam masyarakat (agent of change). Agent of change memimpin masyarakat dalam mengubah system sosial dan langsung tersangkut dalam tekanan-tekanan dalam perubahan.
Perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan merupakan perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar pengawasan masyarakat dan dapat menimbulkan akibat-akibat sosial yang tidak diinginkan.

4. Pola linier dan siklus
Pola linier menurut August Comte, kemajuan progresif peradaban manusia selalu mengikuti suatu jalan yang alami, pasti, sama, dan tak terelakkan. Dalam teorinya “hukum 3 tahap”, Comte mengemukakan bahwa sejarah mengungkapkan adanya 3 tahapnyang dilalui peradaban.
a. Tahap pertama, tahap teologis dan militer, semua hubungan sosial bersifat militer, masyarakat senantiasa bertujuan menundukkan masyarakat lain.
b. Tahap kedua, metafisik dan yuridis, tahap yang menjembatani antara tahap militer dan tahap industry.
c. Tahap terakhir, tahap ilmu pegetahuan dan industry. Industry mendominasi hubungan sosial dan produksi menjadi tujuan utama masyarakat.
Menurut Sepencer perubahan struktur diikuti oleh perubahan fugsi dan berkembang secara evolusioner.
Pola siklus, masyarakat berkembang laksana roda: kadang kala naik dan kadang kala turun. Suatu kebudayaan akan tumbuh berkembang dan akan runtuh memudar beriringan dengan gelombang yang menerpanya

F. Proses Perubahan Sosial
1. Penyesuaian masyarakat terhadap perubahan
setiap manusia bisa dipastikan menginginkan adanya keserasian dan keberagaman. Yang dimaksudkan keseraian disini adalah sebagai suatu keadaan dimana lemabaga-lembaga kemasayarakatan yang pokok seperti keluarga benar-benar berfungsi dan saling mengisi, sehingga individu secara psikologis merasakan ketentraman karena tidak adanya pertentangan dalam norma-norma maupun nilai-nilai.
Dan seringkali terjadi gangguan terhadap keserasian tersebut, masyarakat dapat menolaknya atau merubah susunan lembaga-lembaga kemasyarakatannyadengan maksud menerima unsur baru. dan kadang kala apabila unsure baru tersebut dapat berpengaruh kuat dan bertentangan, masyarakat akan mengalami guncangan. Dan untuk itu diperlukan (adjustment) penyesuaian untuk menghadapinya. Dan apabila masyarakat tersebut menolak atau melawan kemungkinan akan mengakibatkan terjadinya anomie.

2. Saluran-saluran perubahan sosial dan kebudayaan
saluran-saluran perubahan sosial merupakan saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan. Pada umumnya saluran tersebut merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama,dll. Lembaga kemasyarakatan tersebut merupakan titik tolak, tergantung pada cultural focus masyarakat pada suatu saat tertentu.
Lembaga kemasyarakatan yang suatu waktu mendapatkan penilaian tertinggi dari masyarakat cenderung menjadi saluran utama perubahan sosial. Perubahan lembaga masyarakat tersebut akan berakibat pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang lain karena lembaga kemasyarakatan merupakan system yang terintegrasi.

3. Disorganisasi (Disintegrasi) dan reorganisasi (reintegrasi)
organisasi merupakan artikulasi dari bagian-bagian yang merupakan suatu kesatuan fungsi. Dan apabila pada salah satu bagian tidak berfungsi akan timbul ketidak serasian (disorganisasi). Suatu disorganisasi dalam masyarakat mungkin dapat dirumuskan sebagai suatu proses berpudarnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat karena perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.
reorganisasi merupakan proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru agar serasi dengan lembaga-lembaga masyarakat yang telah mengalami perubahan. Tahap ini dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai yang baru telah melembaga dalam diri warga masyarakat.








BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba mencakup, yang menunjuk pada perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia, mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia. Dan perubahan sosial merupakan fakta yang dibuktikan dengan adanya gejala-gejala sosial seperti de-personalisasi, pertentangan-pertentangan dll yang dapat mempengaruhi kehidupan dalam masyarakat baik pengaruh kecil maupun menyeluruh. Perubahan sosial tidak hanya menunjukan perubahan kea rah yang positive saja melainkan juga dapat berarti kemunduran.
Pada intinya perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang merupakan inti dari kehidupan mempertahankan persatuan kehidupan bermasyarakat yang dipengaruhi oleh factor-faktor tertentu. Dan perubahan-perubahan tersebut dapat berupa perubahan yang lambat maupun cepat, perubahan kecil maupun besar, dan perubahan yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki.
Dalam proses perubahan sosial masyarakat yang pada awalnya hidup dalam keseragaman akan mendapat suatu iovasi atau perubahan baik dari dalam maupun dari luar akan merasa terguncang, untuk itu perlu adanya penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi agar terarah kepada kemajuan. Dan Pada umumnya perubahan-perubahan sosial melalui lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama,dll.










DAFTAR PUSTAKA
1. Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
2. Susanto, Astrid. 1979. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung: Penerbit Binacipta
3. Polak, Maijor. 1982. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta: PT Ichtiar Baru
4. Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta: FEUI
5. Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial. Jogja: PT. Tiara Wacana